Surat-surat untuk Ahsan / Hendra
Fajar Alfian
Untuk Ahsan / Hendra

Pertama kali saya melihat Bang Ahsan dan Koh S itu bukan 2014 saat saya masuk Pelatnas Cipayung. Setahun sebelumnya, saat saya persiapan ikut Kejuaraan Asia Junior dan Kejuaraan Dunia Junior, waktu itu kan juga sudah latihan bersama di Pelatnas.

Waktu pertama kali saya latihan di Pelatnas, Bang Ahsan dan Koh S baru saja juara dunia waktu itu. Ketika melihat Bang Ahsan dan Koh S serta bisa berlatih bersama, rasanya luar biasa.

Saya ingat pernah melawan Bang Ahsan dan Koh S pertama kali di Pelatnas Cipayung. Saat itu mereka pakai raket berat. Raket berat itu raket yang bobotnya tidak seperti biasa, raket yang memang digunakan untuk sesi latihan.

Sedangkan saya pakai raket biasa waktu itu. Meskipun mereka pakai raket berat, tetap susah lawan mereka. Saya kalah, jauh sekali perbedaannya.

Pebulu tangkis ganda putra Indonesia Hendra Setiawan (kiri) dan rekannya Mohammad Ahsan berselebrasi usai mengalahkan lawan senegaranya Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto dalam babak semi final Daihatsu Indonesia Masters 2020 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (18/1/2020). Hendra/Ahsan yang merupakan unggulan kedua itu melaju ke babak final setelah menang dengan skor 21-12, 18-21, dan 21-17. ANTARA FOTO / Aditya Pradana Putra

Sebagai senior, Bang Ahsan itu menurut saya senior yang galak. Memang dia itu sangat keras. Bahkan dulu, ya dulu itu kalau lewat Bang Ahsan terus saya tidak menyapa, langsung disuruh push up hahaha.

Senior-senior saat itu bukan berarti mem-bully, tetapi mengajarkan saling menghargai. Saat saya baru masuk kan saya juga gak tahu harus gimana, cuma pas saya lewat, sebenarnya saya lewatnya gak persis di depan Bang Ahsan, lewatnya cukup jauh tetapi kelihatan sama dia. Lalu dipanggil sama Bang Ahsan. Kamu siapa? Push up dulu hahaha.

Pada akhirnya, saya pun sekamar sama Bang Ahsan di 2019. Tetapi kami sekamar kalau istirahat siang saja, karena Bang Ahsan kan kalau malam pulang.

Awal sekamar itu, saya pasti sungkan karena sekamar sama legenda dan senior. Tetapi saya coba memanfaatkan hal itu, kalau bisa sedikit-sedikit minta sharing pengalaman-pengalaman di dunia bulu tangkis.

Kalau Koh S itu kebalikannya. Memang pendiam, gak banyak ngomong dari dulu sampai sekarang kayak gitu terus. Mungkin baru beberapa tahun terakhir ini saya lebih dekat sama Koh S. Ke mana-mana sama Koh S, bahkan jadi bestie.

Pas awal-awal ya saya gak akrab sama Bang Ahsan dan Koh S. Bukan gak mau akrab, tetapi ada rasa segan. Melihat mereka tuh ya segan gitu. Kami tentu menaruh rasa hormat ke senior. Jadi mungkin baru mulai dekat-dekatnya itu sekitar tahun 2018-an.

Waktu Asian Games 2018, jujur saya gak punya ekspektasi bakal main di Asian Games. Karena waktu itu di kategori utama, Fajar/Rian yang paling junior. Jadi setelah Kevin/Marcus ditunjuk buat main Asian Games, saya pikir satu pasang lagi itu Ahsan/Hendra.

Karena waktu itu Koh S balik lagi ke Pelatnas dan kembali berpasangan dengan Bang Ahsan. Duet Ahsan/Hendra waktu itu dipersiapkan pelatih buat Thomas Cup dan Asian Games. Saya gak menyangka karena di atas Fajar/Rian saat itu bukan hanya Ahsan/Hendra, tetapi ada Angga/Ricky, Wahyu/Ade.

Jadi saat saya ditunjuk untuk main, bukan hanya ada rasa sungkan ke duet Ahsan/Hendra tetapi juga ke senior-senior lain. Karena saya paling kecil saat itu. Tetapi saya berprinsip selama saya ditunjuk, saya harus siap.

Berbicara persaingan dengan Bang Ahsan dan Koh S di lapangan, duet Ahsan/Hendra di Kejuaraan Dunia itu kayak mimpi buruk buat saya sama Rian. Karena dua kali kami kalah di semifinal lawan mereka di Kejuaraan Dunia yang merupakan kejuaraan besar dan penting.

Dari dua kekalahan itu, paling menyesal buat saya di Tokyo saat Kejuaraan Dunia 2022. Saat itu saya yakin bisa menang lawan Ahsan/Hendra. Beda dengan saat di Kejuaraan Dunia 2019 di Swiss. Saat itu memang Ahsan/Hendra masih jauh di atas kami. Kalau di Tokyo, saya yakin menang tetapi mereka memang pintar di lapangan dan bisa mengembalikan keadaan.

Ganda putra Indonesia Hendra Setiawan (kiri) dan Mohammad Ahsan (kedua kiri) bersama ganda putra Indonesia Fajar Alfian (kanan) dan Muhammad Rian Ardianto (kedua kanan) menunjukan medali emas dan perunggu usai saat prosesi penyerahan medali pada Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2019 di St. Jakobshalle, Basel, Swiss, Minggu (25/8/2019). Ahsan/Hendra menjadi juara dunia ganda putra usai menang atas ganda putra Jepang Takuro Hoki dan Yugo Kobayashi dengan skor 25-23, 9-21, 21-15. ANTARA FOTO / Hafidz Mubarak

Soal kekalahan di semifinal Kejuaraan Dunia 2022, yang saya ingat waktu itu kami sudah unggul di gim pertama 20-18 saya coba 'nyolong' dengan servis datar ke arah Bang Ahsan. Bang Ahsan sudah gak bisa gerak karena bola ke arah belakang. Kalau bola itu masuk, kami menang gim pertama. Tetapi ternyata bola out.

Setelah itu kami terkejar oleh mereka dan kalah. Di gim kedua, saya dan Rian berusaha bangkit dan akhirnya bisa menang. Tetapi di gim penentuan, start mereka itu benar-benar langsung in.

Jadi memang, mungkin karena pengalaman bermain yang mereka miliki, mereka bisa main dengan sangat tenang di kejuaraan penting. Sedangkan kami malah buru-buru dan akhirnya kalah di gim ketiga.

Sedangkan di Swiss, saya gak terlalu menyesal karena memang yang diunggulkan saat itu bukan saya dan Rian. Waktu di Swiss masih ada Minions yang ranking 1 dan Ahsan/Hendra. Saat di Swiss, hitungannya kami underdog waktu itu jadi masuk semifinal saja sudah bersyukur.

Kalau bicara nyesek, ya nyesek juga saat kalah lawan Ahsan/Hendra. Bang Ahsan dan Koh S itu bisa memainkan gim penentuan dengan baik. Mereka bisa langsung start bagus. Itu kelebihan mereka,

Soal menang-kalah lawan Ahsan/Hendra, tidak ada itu diam-diaman setelah main. Bagi kami, setelah main ya makan bareng, dan sebelum main pun makan bareng. Kami memang musuh hanya di lapangan saja begitu. Sehabis kalah di Tokyo itu, jangankan di luar hall, persis setelah main pun kami langsung bercanda lagi dan malah saling dukung.

Selain kalah, saya juga punya momen kemenangan lawan Ahsan/Hendra. Waktu final All England 2023, saya sadar bahwa saya dan Rian tidak boleh lengah. Walau Bang Ahsan dan Koh S sudah berumur, buktinya mereka masih bisa masuk final dengan perjalanan yang luar biasa. Mereka mengalahkan Liang Weikeng/Wang Chang, Liu Yuchen/Ou Xuanyi.

Jadi yang saya dan Rian tekankan waktu itu dari start awal jangan ada rasa sungkan. Ini final All England. Karena Ahsan/Hendra itu kalau main di turnamen besar auranya berbeda. Itu yang saya rasakan.

Kalau di turnamen lainnya, bukan berarti Ahsan/Hendra itu tidak bagus. Tetapi Ahsan/Hendra saat main di kejuaraan besar itu aura dan fokus mereka sangat-sangat luar biasa. Dari segi persiapan pun, mereka ekstra kerja keras.

Waktu kami mendapat match point 20-14, Bang Ahsan cedera. Saya sudah bilang ke Bang Ahsan: "Bang sudah saja, takut tambah parah."

Tapi Bang Ahsan malah sambil bercanda bilang: "Jangan nanti lu juara All England-nya gak keren."

Bang Ahsan bilang lanjut saja padahal saat itu memang tinggal satu poin lagi dan posisinya juga sudah agak jauh 20-14. Saya pun tak mau meraih kemenangan tetapi kondisi lawan mengalami cedera. Tidak ada pemain yang mau seperti itu.

Akhirnya Bang Ahsan lanjut bermain dengan menahan rasa sakit. Dia kayak gak mau gelar All England buat saya dan Rian ini kayak terasa hambar dalam artian kami tidak berekspresi merayakan kemenangan.

Tetapi bahkan pada akhirnya setelah kami menang, kami tidak bisa berekspresi merayakan kemenangan. Bukan karena kami sungkan, tetapi kami merasa prihatin bahwa dedikasi Bang Ahsan untuk melanjutkan pertandingan itu begitu luar biasa, bahkan setelah dia merasakan sakit.

Fajar Alfian/M Rian Ardianto juara All England 2023 usai kalahkan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Dok. PBSI

Dengan Ahsan/Hendra terus bermain, saya juga tahu ada komentar-komentar dari netizen yang mungkin membandingkan mereka dengan peluang pemain-pemain yang lebih muda untuk berkembang termasuk saya dan Rian. Waktu Olimpiade Tokyo 2020 di 2021, saya dan Rian tidak lolos. Memang sedikit nyesek.

Kenapa gak saya saja yang main?

Kenapa kok Bang Ahsan dan Koh S masih main?

Kenapa gak dikasih ke saya saja kesempatan tampil di Olimpiade?

Saya sempat berpikir seperti itu cuma memang hitungan ranking saat itu saya dan Rian kalah sama Minios dan Ahsan/Hendra. Minions ranking 1 dan Ahsan/Hendra ranking 2. Mau gak mau ya kami harus terima saat itu karena dari segi ranking juga kalah.

Sempat ada perasaan seperti itu karena waktu itu kami juga ada di peringkat delapan besar, lupa tepatnya peringkat berapa waktu itu. Pasti adalah perasaan seperti itu, karena Olimpiade tentunya ada keinginan untuk lolos.

Soal Bang Ahsan dan Koh S, bagi saya, dedikasi mereka untuk bulutangkis itu luar biasa. Mungkin badan mereka sudah gak kuat untuk bersaing sama yang muda-muda, tetapi hatinya masih punya keinginan. Kemarin saja waktu ikut datang latihan, malah ikut program latihan kami. Saya jadi bertanya-tanya ini katanya mau pensiun tetapi masih antusias ikut program latihan.

Dari Bang Ahsan dan Koh S, kita bisa belajar bahwa usia hanyalah angka. Mereka itu 'Old but Gold'. Jadi memang harus ditiru daya juangnya. Meskipun sudah berumur tetapi mereka masih bersaing di level atas kompetisi. Bahkan tahun lalu masih bisa masuk final.

Hal itu patut dicontoh, baik dedikasi untuk terus ikut turnamen maupun dalam hal keseharian yang juga luar biasa. Mereka sangat menjaga pola makan, pola tidur, dan dalam momen latihan pun rasa tak mau kalah mereka sangat besar.

Dari Bang Ahsan dan Koh S, kita bisa belajar bahwa usia hanya angka dan karier pemain masih bisa panjang. Setiap pemain punya jalan pikiran yang berbeda soal karier di badminton tetapi kalau menurut saya, Ahsan/Hendra itu benar-benar luar biasa.

Jangankan Bang Ahsan dan Koh S, pemain yang terus bermain dan bisa bersaing sampai usia 35 tahun saja jarang ada. Sedangkan Ahsan/Hendra masih bisa bersaing, sponsor juga masih siap mendukung mereka. Mereka itu benar-benar strong, bisa bertahan sampai usia sekarang.

Kenangan bersama Ahsan/Hendra itu bukan cuma kenangan di latihan dan persaingan di pertandingan. Saya juga ada sejumlah kenangan lucu. Salah satunya adalah momen saat kami di Prancis dan sedang bersiap melanjutkan perjalanan ke Hylo Open yang berlangsung di Saarbrucken, Jerman.

Waktu itu tiket pesawat sudah dibeli tetapi perjalanan dari Paris ke Saarbrucken itu cukup jauh, kira-kira total memakan waktu tujuh jam, termasuk naik pesawat dan perjalanan dari bandara ke hotel tempat kami menginap.

Waktu itu Bang Ahsan dan Koh S ajak saya untuk naik kereta. Naik kereta itu waktu tempuhnya lebih cepat dan langsung sampai di depan hotel. Begitu kata mereka. Saya lalu izin ke pelatih dan manajer untuk pergi bareng Bang Ahsan dan Koh S. Bagi saya sendiri, perjalanan naik kereta tentu lebih nyaman karena lebih cepat, lebih efisien, dan lebih tenang.

Fajar Alfian/M Rian Ardianto juara All England 2023 usai kalahkan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Dok. PBSI

Waktu itu saya bawa tiga koper, Bang Ahsan dua koper, Koh S dua koper. Rian tetap bersama rombongan naik pesawat. Jadi kami hanya bertiga naik kereta.

Dengan segala keribetan karena bawa koper segede gaban, akhirnya kami sudah duduk di kereta. 1 jam, 2 jam, kereta belum jalan. Katanya ada gangguan. Tetapi kemudian setelah hampir tiga jam ada pemberitahuan bahwa kereta akan diberangkatkan keesokan hari. Jelas tidak mungkin bagi kami menunggu jadwal berangkat tersebut.

Karena waktu mepet dan tiket pesawat rombongan pemain lain juga berangkat hari itu, akhirnya kami lari-lari mengejar waktu ke bandara lagi. Jadi, tiket pesawat kami memang untungnya tidak di-cancel. Niat awal memang dibiarkan hangus begitu saja. Karena itu kami memutuskan pergi ke bandara. Padahal stasiun ke bandara jaraknya lumayan jauh.

Akhirnya kami bertiga lari-lari sambil dorong-dorong koper. Lalu di depan stasiun nyari-nyari taksi. Bang Ahsan dan Koh S sudah dapat taksi dan saya ditinggal di stasiun. Karena saya bawaannya lebih banyak, tiga koper, jadi saya gak bisa lari secepat mereka.

Akhirnya sambil ketawa-ketawa, dicampur panik, saya bisa juga sampai bandara, check-in dan lain-lain. Terus ketawa-ketawa karena diledekin sama anak-anak yang lain. Mau efisien malah jadi buntung. Itu salah satu cerita lucu dalam perjalanan kami.

Setelah Bang Ahsan dan Koh S pensiun, pesan saya semoga mereka gak hanya meraih sukses saat menjadi atlet, tetapi juga meraih sukses dalam karier apapun. Semoga mereka selalu diberikan kesehatan, kelancaran, dan kesuksesan.

Jangan lupa bahwa junior-junior masih butuh mereka. Kalau bisa datang ke Pelatnas, sambil makan-makan juga bisa. Semoga dedikasi mereka yang luar biasa itu bisa menular ke hati atlet-atlet juniornya agar menjadi lebih baik lagi.

Saya merasa kehilangan banget. Saat saya bercerita tentang ini pun, saya sedang dalam perjalanan untuk menghadiri acara perpisahan dengan Koh Herry, Koh Aryono, Minions, Ahsan/Hendra, pelatih fisik yang juga dekat dengan saya yaitu Coach Yansen. Acara perpisahan mereka semua.

Kehilangan pasti, tetapi mau bagaimana lagi, namanya hidup. Saya harus terus menjalani.