Jakarta, CNN Indonesia -- Ketok palu Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan calon presiden Prabowo Subianto menjadi pukulan telak berikutnya bagi koalisi Merah Putih. Pil paling pahit dirasakan oleh Partai Golkar.
Partai beringin terancam tak ikut berkuasa, meski kadernya, Jusuf Kalla, menjadi wakil presiden mendampingi Joko Widodo dari PDI Perjuangan. Di dalamnya pun tercium bau perpecahan.
Kader muda seperti Agus Gumiwang, Nusron Wahid, dan Poempida Hidayatullah, memutuskan ikut gerbong seniornya, Jusuf Kalla. Mereka dipecat dan dituding sebagai pengkhianat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya, kami bertiga tidak berkhianat atas partai, kan ada kader kita (JK) bareng Jokowi. Jadi siapa yang berkhianat?” kata Agus kepada CNN Indonesia, di kantor DPP Partai Golkar di Jakarta, kamis (21/8) malam.
Lho kok di DPP? Agus tertawa. Dia berbisik, “Tidak ada kita bilang-bilang sama kubu sana (Ical), tidak boleh pasti, ya kita diam-diam saja di sini.”
Agus tak sendiri. Bersamanya duduk Yorris Raweyai dan Ginanjar Kartasasmita, dua kader senior Golkar. Malah, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily pun ada dalam pertemuan tak berizin itu.
“Kalau ini menang di MK, pak Yorris katanya mau menduduki DPP, mau di ambil semua kuncinya,” kata Agus, bercanda, sambil menyapa Yorris yang duduk tak jauh darinya.
Agus mengakui, Golkar sudah terbelah. Bukan soal dukung mendukung Jokowi atau Prabowo lagi, melainkan soal pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa. Agus bilang, mereka memperjuangkan Munaslub digelar tahun ini.
Tapi urusan ini memang tak mudah. Seorang sumber, beberapa waktu lalu, mengatakan, prasyarat munaslub tahun ini adalah jika didukung oleh dua per tiga suara pimpinan Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I.
“Kalau mau tahu apakah munaslub digelar tahun ini atau tahun depan, bisa dilihat dari seberapa banyak Ketua DPD I yang menyambangi Jusuf Kalla pada saat syukuran,” kata si sumber, berbisik. “Kalau sampai dua per tiga, munaslub pasti digelar tahun ini.”
Kembali ke perbincangan di DPP Golkar, kali ini giliran Ginanjar angkat suara. Dia bilang, Golkar tak lazim bersikap netral jika ada kadernya yang berkuasa. “Oposisi buat apa?” katanya.
Perpecahan Golkar, kata Ginanjar, disebabkan masalah kaderisasi. Partai disebutnya seakan menutup diri, tak mau memunculkan kader-kader potensial. Lagi pula, dia mengakui, Golkar memang tak punya sosok seperti Susilo Bambang Yudhoyono atau Joko Widodo.