Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendengar aspirasi rakyat soal pemilihan kepala daerah. Berdasarkan jajak pendapat Kompas yang digelar 10-12 September terhadap 763 responden dan dimuat di harian cetak itu hari ini, Senin (15/9), sebanyak 91 persen responden memilih pilkada digelar langsung.
“Pilkada tak langsung juga mendapat reaksi keras masyarakat dan kepala daerah mulai dari gubernur, bupati, dan wali kota. Sebaiknya Presiden mendengar ini. Bila koalisi Merah Putih berkeras melakukan pilkada tak langsung, maka SBY punya otoritas untuk mencabut Rancangan Undang-Undang Pilkada,” kata Yasonna Laoly, anggota Panitia Kerja RUU Pilkada dari Fraksi PDIP, kepada CNN Indonesia.
Peraih gelar Doktor bidang hukum dari North Carolina State University, AS, itu mengatakan bila pemerintah mencabut RUU Pilkada, otomatis RUU itu tak bisa disahkan menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna DPR pekan depan, Kamis (25/9). “Pengesahan RUU Pilkada akan gagal,” ujar Yasonna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila itu terjadi, untuk sementara waktu RI akan kembali menggunakan UU yang lama, yakni UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara tugas untuk merampungkan penyusunan RUU Pilkada dilimpahkan ke anggota DPR baru masa jabatan 2014-2019 yang akan dilantik 1 Oktober.
Anggota DPR baru bisa segera memasukkan RUU Pilkada ke dalam prioritas legislasi nasional (prolegnas) pada November untuk segera dibahas sebelum pengujung tahun 2014. “Saat itu tentu situasi politik sudah cooling down. Maka pembahasan bisa lebih lancar,” kata Yasonna.
Namun penundaan pengesahan RUU Pilkada diakui Yasonna berdampak agak rumit. Jika RUU Pilkada ditunda, maka RUU Pemda yang telah disepakati di tingkat komisi dan akan dibawa ke paripurna DPR pekan depan juga harus ditunda pengesahannya.
Untuk diketahui, RUU Pilkada dan RUU Pemda yang akan disahkan di DPR ini merupakan satu paket. Kedua RUU inisiatif pemerintah tersebut, bersama RUU Desa yang telah lebih dulu disahkan menjadi UU, merupakan pengembangan dari UU Pemda Tahun 2004.
“RUU Pilkada disusun dengan mencabut sebagian pasal di UU Pemda. Jadi kalau RUU Pilkada tak disahkan, RUU Pemda juga tak boleh disahkan sehingga kita bisa kembali menggunakan UU Pemda sebelumnya,” ujar Yasonna.
Politikus asal Nias, Sumatera Utara, itu tak setuju dengan wacana gubernur dipilih lewat DPRD namun bupati dan wali kota dipilih langsung oleh rakyat. “Itu barter yang tidak baik. Buat apa setengah-setengah begitu. Semua tingkat daerah harus pilkada langsung,” kata Yasonna.
Wacana pilkada tak langsung lewat DPRD mendapat dukungan besar di DPR. Koalisi Merah Putih –Gerindra, Golkar, PPP, PAN, dan PKS– plus Demokrat kompak mendukung pilkada langsung oleh rakyat ditiadakan. Sementara PDIP, Hanura, pemerintah menginginkan pilkada langsung dipertahankan, dan PKB ingin gubernur dipilih langsung oleh rakyat, namun bupati dan wali kota dipilih DPRD.