Jakarta, CNN Indonesia -- Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan demokrasi Indonesia kini mundur ke belakang pasca RUU Pilkada disetujui menjadi Undang-Undang dengan mekanisme pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD.
“Demokrasi masuk ke jurang paling dalam dan dibuat tiarap oleh elite,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni kepada CNN Indonesia, Senin (29/9). UU Pilkada, ujarnya, membuat rakyat kehilangan hak dasar dalam memilih kepala daerah. Masyarakat pun harus rela jika memiliki pemimpin yang lebih taat kepada DPRD daripada rakyat.
Perludem secara khusus menuding Demokrat sebagai salah satu biang kerok hilangnya pilkada langsung oleh rakyat. Fraksi Demokrat dianggap nyata-nyata mempertontonkan basa-basi ketika
walkout dari voting RUU Pilkada di rapat paripurna DPR, Jumat dini hari (26/9), dengan alasan memilih bersikap netral.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demokrat menganggap
walkout adalah soal biasa, sebab PDIP pun pernah melakukan hal serupa dalam rapat paripurna DPR yang tengah membahas isu lain. “Masak kami mau mengalah terus? Kami kan partai besar. Selama ini PDIP sering
walkout waktu kami jadi penguasa, sekarang gantian,” kata anggota Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul.
Namun belakangan Ruhut menyatakan aksi
walkout tersebut dilakukan fraksinya atas arahan dari Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Ali Assegaf dan Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua. “Ketua Fraksi bilang sudah ada persetujuan SBY untuk keputusan tersebut (
walkout). Mau tak mau kami ikuti,” ujar Ruhut.
Apapun, Perludem menganggap Demokrat telah melakukan kesalahan fatal. “Bersikap netral saat harus mengambil sikap. Ini menujukkan mereka sedang memainkan politik balas dendam, bukannya memutuskan berdasar kepentingan rakyat,” kata Titi.
Perludem bersama berbagai lembaga swadaya masyarakat lain kini bersiap mengajukan uji materi atas UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan akan langsung dilayangkan begitu UU Pilkada telah diundangkan dalam lembaran negara.
Untuk itu Perludem bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary Center (IPC), dan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) kini mengkaji UU Pilkada dan mendaftar pasal-pasal yang akan digugat ke MK.
Perludem juga menjadi fasilitator bagi masyarakat yang ingin ikut menggugat UU Pilkada. Hal serupa telah dilakukan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Sampai saat ini sudah lebih dari 2.500 orang yang mendaftar ke KontraS untuk ikut menggugat UU Pilkada.
“Kami akan terus perjuangkan demokrasi lokal di Indonesia yang dijerumuskan Demokrat ke masa kegelapan,” kata Titi. Menurutnya, UU Pilkada adalah mimpi buruk bagi perjalanan demokrasi RI. Padahal pilkada langsung sudah melahirkan para pemimpin muda berkualitas dari berbagai daerah.
Sementara itu Demokrat dalam konferensi pers hari ini menyatakan melakukan
walkout karena merasa sepuluh syarat yang mereka ajukan untuk membenahi pilkada langsung tidak dihiraukan fraksi lain. “Kami merasa sendirian, padahal niat kami baik. Oleh karena itu kami
walkout,” ujar Ketua Harian Demokrat Syarif Hasan.
Ucapan Demokrat ini bertentangan dengan keterangan PDIP. “Setelah kami (kubu PDIP) setujui syarat yang diajukan Demokrat di forum lobi, mereka justru terlihat kaget, bukannya senang. Mereka seolah-olah mendukung kedaulatan rakyat, tapi
walkout,” kata politikus PDIP Yasonna Laoly.
Aksi
walkout Demokrat menyebabkan Koalisi Merah Putih yang mendukung pilkada oleh DPRD menang telak dalam voting di paripurna.