Jakarta, CNN Indonesia --
Alih-alih memikirkan soal komisi dan kemungkinan penambahan komisi baru, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) rupanya masih sibuk menentukan soal prasarana, SDM, dan penempatan ruangan-ruangan.
"Kemarin saya dapat laporan Nasdem belum dapat ruang yang layak, langsung saya perintahkan agar hari ini segera diselesaikan," tutur Ketua DPR Setya Novanto, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setya mengatakan soal penambahan komisi barulah pandangan dari fraksi, belum dibahas oleh DPR.
Hal senada juga disampaikan oleh Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR. Menurut pandangannya dengan atau tanpa penambahan komisi di DPR semuanya sama-sama bermanfaat.
Saat ditemui di gedung DPR, Taufik menjelaskan keputusan jumlah komisi ada pada kesepakatan antara pimpinan fraksi dengan pimpinan dewan. Bagi Taufik hal yang lebih penting adalah mengenai efektivitas dan efisiensi kinerja komisi itu sendiri.
Politisi Partai Amanat Nasional ini juga menuturkan pimpinan dewan akan segera membahas masalah jumlah komisi tersebut dalam waktu dekat. "Senin atau Selasa depan akan ada pembahasan lebih lanjut," kata Taufik.
Begitu juga yang dikatakan oleh Martin Hutabarat, politikus Partai Gerindra. “Keputusan soal rencana pemekaran komisi Senin depan (13/10),” kata politikus Partai Gerindra Martin Hutabarat kepada CNN Indonesia, Jumat (10/10).
Ia menyatakan penambahan komisi memiliki beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama, menentukan mitra kerja mana yang akan dipindahkan dari komisi tertentu ke komisi baru. Mitra kerja tiap komisi di DPR terdiri dari sejumlah kementerian atau lembaga negara.
Kedua, menyediakan ruangan rapat baru dan sekretariat untuk komisi-komisi baru. Saat ini kondisi ruangan-ruangan di DPR sudah terbagi rata untuk 11 komisi.
Menurut Martin, keinginan menambah jumlah komisi di DPR sebetulnya sudah ada sejak DPR periode lalu. Namun dia membantah bahwa koalisi partai pendukung Prabowo yang berkeras ingin memekarkan komisi.
“Ini tergantung semua fraksi berdasarkan kepentingan bersama. Kalau ada yang tidak setuju silakan sampaikan,” kata dia.
Sementara anggota DPR Patrice Rio Capella dari Nasdem mengatakan jumlah definitif komisi di DPR sesungguhnya lebih tepat ditentukan setelah pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober.
Pasalnya, pemerintahan Jokowi bakal menentukan jumlah dan nama-nama kementerian. “Komisi-komisi baru seharusnya menyesuaikan dengan pembentukan kementerian baru,” ujar Patrice.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan wacana penambahan komisi dipicu oleh banyaknya jumlah mitra kerja yang dimiliki beberapa komisi. Mitra kerja yang terlalu banyak dianggap menghambat pembentukan undang-undang karena komisi menjadi tak fokus pada bidang tertentu. Padahal fungsi utama DPR adalah legislasi, yakni menyusun UU.
DPR pada periode-periode sebelumnya memiliki 11 komisi. Komisi I membidangi pertahanan, intelijen, luar negeri, serta komunikasi dan informasi. Komisi II mengurus pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria. Komisi III membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, serta keamanan.
Komisi IV membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan. Komisi V mengurusi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan pedesaan, dan kawasan tertinggal. Komisi VI membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, serta badan usaha milik negara. Komisi VII membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, serta lingkungan.
Komisi VIII membidangi agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan. Komisi IX mengurusi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi. Komisi X membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan. Komisi XI membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan bukan bank.