Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden terpilih Joko Widodo menentukan lahirnya sebuah kementerian baru, yaitu Kementerian Maritim. Kabarnya, kursi ini menjadi ‘rebutan’ antara profesional dan partai politik, khususnya partai Nasional Demokrat.
Seorang sumber CNN Indonesia mengatakan kandidat yang muncul adalah Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno, mantan Kepala Staf Angkatan Laut yang juga seorang petinggi di NasDem.
Indikasi bahwa Jokowi, begitu sang presiden akrab dipanggil, akan memberikan kursi itu untuk NasDem yang sudah mendukungnya ke kursi RI-1 terasa saat dia berbicara di hadapan Ormas Nasional Demokrat, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti di kabinet saya mendatang ada satu kementerian namanya Kementerian Kemaritiman, menterinya mungkin salah satunya ada di ruangan ini" kata Jokowi, saat itu.
Tapi Tedjo bukan kandidat tunggal. Masih menurut si sumber yang mewanti-wanti agar namanya tak disebut, ada nama lain yang digadang-gadang, yaitu
Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino.
Nama Lino bahkan muncul dalam spanduk di jembatan penyeberangan di Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Begini bunyi spanduk itu: "Mohon doa dan dukungannya agar saya terpilih sebagai Menteri Maritim pada Kabinet Joko widodo-Jusuf Kalla".
Selain Lino ada nama dari kalangan profesional, yaitu Dekan Fakultas Ekologi Manusia Instiut Pertanian Bogor Arif Satria. Arif sendiri tidak menampik namanya masuk bursa menteri maritim Jokowi-JK.
"Saya sudah mendengar, namun belum ada keputusan, semua di tangan Pak Jokowi," ujar mantan anggota Kelompok Kerja Tim Transisi ini pada CNN Indonesia.
Kursi ini menjadi penting, karena mengacu janji Jokowi-JK yang akan mengutamakan kebijakan Maritim. "Dua hal yaitu kedaulatan pangan dan maritim, " ujar Jokowi beberapa waktu lalu.
Tanpa Uji Kelayakan dan KepatutanSumber CNN Indonesia memastikan Jokowi tidak memakai cara uji kelayakan dan kepatutan dalam menentukan kandidat-kandidat yang akan duduk di kabinet pemerintahannya.
Si sumber bilang, nama-nama belum difinalisasi oleh Jokowi dan Kalla. Soalnya masih ada nama yang butuh rekomendasi dan pertimbangan. “Oleh sebab itu banyak yang dipanggil, sifatnya untuk konsultasi tidak tertutup kemungkinan muncul nama baru,” ujarnya.
Kalla sendiri sepakat dengan cara itu. Menurutnya, proses seleksi yang berlangsung hanya menelusuri rekam jejak calon karena sebagian besar merupakan orang lama. "Calon dilihat track record, tak perlu selalu ada uji kelayakan dan kepatutan karena mereka bukan orang-orang baru," ujar JK kepada CNN Indonesia, di kediamannya beberapa waktu lalu.