Jakarta, CNN Indonesia -- Menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi calon menterinya membuat Joko Widodo dikritik oleh beberapa pihak. Dengan hak prerogatif yang dimilikinya, Presiden Jokowi dianggap sebagian orang tak perlu menyeleksi calon menteri dengan bantuan dua lemgaha hukum tersebut.
Namun politikus Partai Hanura Yuddy Chrisnandi yang juga disebut-sebut sebagai calon kuat menteri Jokowi, justru menilai langkah Jokowi sebagai hal positif yang tidak memangkas hak prerogatifnya sebagai presiden. Menurut Yuddy, Jokowi menggaet KPK dan PPATK karena keterbatasannya untuk mengetahui rekam jejak secara primer dari calon menteri terkait.
"Karena waktunya sempit dan keterbatasan informasi primer, maka wajar jika dalam menjawab tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, Jokowi-JK melibatkan KPK dan PPATK dalam proses seleksi calon menterinya. Tidak cukup CV dan rekomendasi orang saja," kata Yuddy kepada CNN Indonesia di kediamannya, Jakarta, Rabu (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuddy mengatakan tidak ada maksud dari Presiden Jokowi untuk menunda pengumuman kabinetnya dengan menelusuri rekam jejaknya calon-calon menterinya melakui KPK dan PPATK --dua lembaga yang dianggap mampu merepresentasikan harapan dan keinginan rakyat atas elite yang bebas korupsi.
“Jokowi punya garis agenda pemberantasan korupsi. (Calon menteri) yang diberi tanda merah diyakini KPK bisa menjadi masalah bagi publik, dan ini pun menjadi hak prerogatif presiden untuk memutuskan,” ujar Yuddy.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pengkritik Jokowi-JK, kata Yuddy, keinginan politik Jokowi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih patut diapresiasi.