Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Meteorologi BMKG Yunus Subagyo Swarinoto menilai awan kumulonimbus sangat berbahaya bagai pesawat terbang. Oleh karena itu untuk langkah aman, pilot pada umumnya menghindari awan pekat tersebut.
Menurut Yunus, awan kumulunimbus merupakan awan penghasil hujan dan petir. Pengaruhnya ke pesawat tergantung dari ukuran pesawat dan kondisi awan itu sendiri. "Semakin kecil pesawat efeknya semakin parah," kata Yunus, Minggu (28/12), kepada CNN Indonesia.
Namun jika awan kumulonimbus menghasilkan angin puting beliung, pesawat yang terbang di dekatnya bisa tersedot. Hal ini pernah terjadi di Singapura saat pesawat tersedot jatuh ke bawah. Pesawat terpaksa mendarat darurat dan membuat banyak yang terluka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dampak terparahnya pesawat pecah jadi dua," kata Yunus. Namun jika hanya awan pekat saja, dampak bagi pesawat adalah guncangan. Semakin kecil pesawat semakin besar guncangan yang akan dialami.
Pesawat Airbus QZ8501 adalah produksi Airbus jenis A320. Menurut pilot senior Garuda Stephanus Gerardus Setitit, pesawat jenis ini dilengkapi dengan teknologi pembaca jenis awan. Karena itu bisa dipastikan jika teknologi bekerja, pilot tahu ada awan berbahaya yang ada di depannya.
Sebelum hilang kontak, pilot diketahui meminta izin pindah jalur belok ke kiri untuk menghindari awan. Pilot juga minta izin naik dari ketinggian 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki. Namun belum sempat diizinkan, pesawat lebih dulu hilang dari radar.
Hingga sekarang pesawat belum ditemukan. Pesawat hilang kontak di daerah sekitar Tanjung Pandan dan Pontianak. Di kawasan tersebut saat ini tim fokus mencari keberadaan pesawat. Namun pencarian dihentikan pada malam ini dan akan dilanjutkan esok hari.