Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan adanya penundaan proses eksekusi terpidana mati para bandar narkotik oleh Kejaksaan Agung saat ini, lantaran masih menunggu terpenuhinya aspek hukum dari para terpidana mati tersebut. Peninjauan kembali adalah aspek hukum yang dimaksud oleh Prasetyo.
"Akhir tahun lalu (Desember 2014), kami memang berencana melakukan eksekusi mati, namun kami masih menunggu terpenuhinya aspek hukumnya. Terpidana mati tidak bisa dieksekusi karena aspek hukumnya belum terpenuhi," jelas Prasetyo pada saat menyampaikan Kinerja Tahun 2014 Kejaksaan Republik Indonesia di Kejaksaan Agung RI, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (5/1).
Menurutnya, ketika aspek hukum tersebut telah terpenuhi, maka hanya tinggal aspek teknisnya saja yang akan segera diselesaikan. Seperti, pihak Kejaksaan akan melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait pelaksanaan hukuman mati.
"Setelah semua siap, kami akan koordinasi dengan Polri, atau dengan otoritas tempat di mana eksekusi akan dilakukan," kata Prasetyo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum A.K Basyuni menegaskan aspek Peninjauan Kembali (PK) lah yang menjadi satu-satunya hambatan dari langkah eksekusi terpidana mati kejaksaan agung.
"Aspek PK itu lah yang menghambat sedikit. Semata-mata hambatan itu hanya aspek yuridis saja," ujar Basyuni.
Ia pun menjelaskan mengenai PK yang diajukan oleh dua terpidana mati kepada Pengadilan Negeri Batam. Pengajuan PK oleh dua orang terpidana tersebut membatalkan eksekusi yang sebelumnya telah diumumkan Kejaksaan Agung.
Oleh sebab itu, menurutnya, setelah sidang terkait PK yang akan digelar pada esok hari (6/1) dilakukan, maka pelaksanaan hukuman mati sudah tidak lagi menemui hambatan. Polemik soal upaya hukum peninjauan kembali ini mencuat setelah Mahkamah Agung mengeluarkan surat edaran ihwal pembatasan upaya hukum peninjauan kembali. Masalahnya, apa yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung itu bertentangan dengan apa yang pernah diputuskan Mahkamah Konstitusi pada Maret tahun lalu, bahwa peninjauan kembali bisa dilakukan berkali-kali.
(sip)