Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) diminta untuk fokus ke pengembangan perspektif gender dan Hak Asasi Manusia (HAM) di kelembagaan menyusul terbatasnya alokasi dana APBN 2015.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Sri Nurherwati mengatakan Menteri PPPA Yohana Yembise sebaiknya fokus pada penekanan perspektif gender dan HAM ke semua lembaga dengan alokasi dana APBN yang minim.
"Kementerian PPPA harus memastikan seluruh komponen dan lembaga pemerintah telah punya perspektif keadilan HAM dan gender dalam setiap programnya. Mereka sudah ada parameternya," kata Sri kepada CNN Indonesia, Rabu (21/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015, dana yang diterima Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) mencapai Rp 217,7 miliar.
Sementara itu, Kementerian lain yang memperoleh alokasi dana APBN Perubahan terbesar diantaranya Kementerian Pertahanan dengan Rp 96,9 triliun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Rp 88,3 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dengan Rp 81,3 triliun dan Kementerian Agama dengan Ro 56,4 triliun.
Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid mengatakan pesimis KPPA dapat berhasil melaksanakan tugasnya dengan anggaran minim.
"Bagaimana mungkin dengan anggaran demikian mampu memberdayakan perempuan dan melindungi anak-anak?" kata Hidayat saat konferensi pers di Jakarta Selatan.
Hidayat mengatakan semestinya perempuan dan anak-anak mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.
"Permasalahan bangsa terkait perempuan dan anak-anak luar biasa banyaknya. Sementara, jumlah perempuan jauh melampaui laki-laki," ujar dia.
Oleh karena itu, Hidayat berpendapat semestinya pemerintah menaikkan status kementerian dan mengganti status negara.
"Saya sambut baik keputusan Presiden Jokowi tidak menamakan kementerian ini sebagai kementerian negara. Namun, ternyata nomenklaturnya tidak berubah masih kementerian negara," ujarnya.
Hidayat mengatakan sebelumnya KPPA bernama Kementerian Negara PPA (KemenegPPA). Namun, Presiden Joko Widodo mengubahnya menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA).
Hidayat mengatakan kementerian negara bukanlah status kuat karena tidak memiliki kewenangan sampai tahap provinsi dan kabupaten/kota.
"Bagaimana mungkin kita melakukan revolusi mental bila perhatian kepada perempuan dan anak tidak meningkat? Padahal, kalau bicara tentang narkoba, misalnya, korban perempuan dan anak juga banyak," ujarnya.
Menengarai itu, Sri mengatakan lebih baik saat ini KPPA memaksimalkan pengarusutamaan gender sebagai rujukan kementerian atau lembaga lain.
(utd)