Presiden Jokowi Dinilai Belum Menjadi Panglima Pemerintah

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Senin, 26 Jan 2015 16:11 WIB
Penilaian itu diberikan oleh Koalisi Merah Putih yang melihat Jokowi belum bisa mengendalikan banyak hal, meski sudah terpilih sebagai seorang Presiden.
Diskusi Publik Bertema 'Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK' di Multifunction Room Paramadina Graduate School, The Energy Building 22nd Floor SCBD Lot. 11A, Jakarta. Diskusi ini dihadiri oleh (dari sebelah kiri) Pengamat Politik Universitas Paramadina Eka Wenats Wuryanta, Pakar Komunikasi Universitas Paramadina Politik Putut Widjanarko, Rektor Universitas Paramadina Firmansyah, Politisi Partai Golkar Nurul Arifin, Politisi Partai PDIP Effendi Simbolon, mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto. (CNN Indonesia/Ranny Virginia Utami)
Jakarta, CNN Indonesia -- Politisi Partai Golkar Nurul Arifin menilai Presiden Joko Widodo masih tidak terlalu berani mengambil keputusan sendiri dalam pemerintahannya karena terlalu banyak intervensi. Dia menilai, presiden sebagai kepala pemerintah belum menjadi panglima pemerintah.

"Presiden itu kelihatan seperti belum banyak memegang kendali dan banyak mendapat intervensi," ujar Nurul dalam forum diskusi publik bertema 'Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK' di Jakarta, Senin (26/1).

Perempuan yang menjadi juru bicara Koalisi Merah Putih itu menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang telah didukung oleh setidaknya 71 juta rakyat Indonesia saat pemilihan umum, namun tak bisa menjalani pemerintahan dengan baik karena tidak memiliki kepercayaan diri yang kuat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan gaya dan kemampuan Jokowi, seharusnya Jokowi bisa menjadi panglima pemerintah," ujar Nurul menegaskan.

Nurul berpendapat, kekisruhan yang kini tengah terjadi di Indonesia lebih disebabkan oleh orang-orang di dalam lingkungan Jokowi sendiri, yaitu Koalisi Indonesia Hebat. "Tampak intervensi tidak hanya dari partai utama, tetapi juga dari partai pendukung," ujar Nurul menegaskan.

Tidak seperti ketakutan publik pada umumnya bahwa Koalisi Merah Putih akan menjadi penghalang bagi pemerintah Jokowi, Nurul menjelaskan KMP saat ini justru dinilai mendukung pemerintahan. "Sekalipun mengkritik, kritik yang konstruktif," ujar Nurul.

Komunikasi politik dinilai menjadi salah satu penyebab kekisruhan yang terjadi saat ini. Nurul menganggap adanya keragaman dalam komposisi politik di dalam pemerintah Jokowi membuat presiden ketujuh ini menjadi tidak begitu leluasa dalam mengambil keputusan dalam kebijakan-kebijakan pemerintahannya.

"Ada yang muda, tua, ada yang senior dan junior, mungkin ini yang membuat presiden menjadi canggung," ujar Nurul.

Berbeda dengan Nurul, politisi Partai PDIP, Effendi Simbolon menilai kekisruhan ini bukan serta-merta dari KIH, seperti yang disangkakan oleh KMP.

Lebih lanjut Effendi menjelaskan, historis Jokowi yang berangkat dari Wali Kota Solo, kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya Presiden RI, membuat Jokowi masih mencari-cari gaya pemerintahannya sendiri.

"Mungkin ini sebuah realita. Kalau seperti ini permulaannya, mohon dimaklumi. Ini tatanan paradigma baru," ujar Effendi.

Sependapat dengan Effendi, seorang pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Putut Widjanarko mengemukakan gaya memerintah ketika menjadi Gubernur DKI dengan menjadi Presiden RI memiliki gaya yang berbeda.

"Komunikasi politik Jokowi (saat menjadi Gubernur) tidak bisa dilakukan saat menjadi presiden. Jadi, selama tiga bulan ini Jokowi sedang mencari bentuk. Berhasil atau tidak, kita lihat nanti," ujar Putut. (meg/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER