Kampus di Indonesia Dinilai Harus Terbuka dengan Pihak Asing

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 11 Feb 2015 17:54 WIB
Rektor Sampoerna University Aman Wirakartakusumah mengatakan dengan menggandeng kampus luar negeri, mahasiswa Indonesia tidak perlu sekolah di luar negeri.
Sebanyak 15 mahasiswa dari Indonesia sedang belajar di salah satu laboratorium di pusat pelatihan Huawei di kota Shenzhen, Tiongkok, Selasa, 12 Desember 2014. (CNN Indonesia/Aditya Panji)
Jakarta, CNN Indonesia -- Universitas di Indonesia dinilai harus membuka diri terhadap pihak asing untuk meningkatkan kapasitasnya. Dengan bekerja sama dengan universitas dari luar negeri yang telah mumpuni, maka akan turut meningkatkan kapasitas mahasiswa.

Hal itu diungkapkan oleh Rektor Sampoerna University Aman Wirakartakusumah. "Sistem pendidikan seharusnya terbuka, yaitu menggandeng kampus luar negeri. Dengan begitu, orang Indonesia tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri, namun tetap diakui secara internasional," kata Aman dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (11/2).

Ia mengatakan Indonesia sebaiknya mencontoh Singapura dan Malaysia yang telah lebih dulu menerapkan sistem terbuka seperti itu. "Kalau Massachusetts Institute of Technology
University (MIT) datang ke Singapura, disediakan lahan dan lainnya. Mereka sangat menyambut kedatangan universitas asing. Akibatnya, kualitas pendidikan Singapura semakin meningkat, dan orang-orang Indonesiapun malah ke sana untuk belajar," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga mengkritik pendidikan di Indonesia yang belum mengedepankan pemahaman siswanya dalam belajar. "Higher order thinking yang menuntut adanya pemahaman yang lebih mendalam dari siswa masih kurang. Kita masih di level memorisasi," katanya.

Padahal, menurut Aman, siswa seharusnya dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkannya di bangku sekolah dalam kehidupan sehari-hari. "Misalnya, dalam mengerjakan reaksi kimia pasti siswa bisa. Namun, ketika itu diterapkan dalam kasus soal, mereka kerap kesulitan," katanya.

Aman mengatakan saat ini ada 5,6 juta siswa di Indonesia yang berada di tingkat sekolah dasar namun hanya 2,3 juta siswa yang menamatkan sekolah hingga ke perguruan tinggi. Lalu, sebanyak 22 persen orang Indonesia yang berusia 15 hingga 24 tahun tidak memiliki pekerjaan.

Sementara itu, dalam tingkat universitas, hanya tiga universitas di Indonesia yang mampu bertengger ke dalam 400 universitas terbaik secara global. Aman mengatakan hingga saat ini belum ada satu universitas pun dari Indonesia yang mampu masuk ke dalam 100 universitas teratas di Asia atau global. Oleh karena itu, ia menilai kerjasama dengan pihak perguruan tinggi asing bisa meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kekurangan Insinyur

Selain persoalan kualitas pendidikan, Aman juga menilai Indonesia masih kekurangan tenaga insinyur menyusul adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 ini. Alhasil, Indonesia dianggap masih jauh tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya.

"Insinyur yang dibutuhkan Indonesia adalah 175 ribu, sementara yang kita punya cuma 42 ribu. Dari segi kuantitas saja belum memenuhi, apalagi kualitas," ujar mantan Rektor Institut Pertanian Bogor ini.

Tenaga insinyur, katanya, menjadi penting karena Indonesia kaya dengan sumber daya alam. Minimnya tenaga insinyur menyebabkan pemerintah mesti mendatangkan tenaga ahli dari luar untuk mengelola sumber daya alam di Indonesia.

Ia mencontohkan, saat ini, misalnya pemerintah mengandalkan sektor maritim sebagai program utama pemerintah. Namun, pengembangan kapasitas insinyur masih belum dirasakan manfaatnya bagi masyarakan lokal.

"Misalnya, ada insinyur yang bisa membuat mesin sederhana untuk mengawetkan ikan yang dirancang di kapalnya. Bayangkan, ada berapa nelayan akan terbantu," ujarnya.

Lebih jauh lagi, Aman menilai jika persoalan tersebut tidak segera diatasi maka MEA 2015 akan menjadi ancaman bagi Indonesia dengan dikuasainya bidang-bidang strategis oleh pihak asing. (utd)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER