Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum terdakwa kasus kekerasan seksual Jakarta International School (JIS) Patra M. Zen meminta Komisi Kepolisian Indonesia (Kompolnas) mengeluarkan rekomendasi untuk penyelidikan lebih lanjut terkait kematian Azwar.
Azwar merupakan salah satu petugas kebersihan JIS yang dituding melakukan kekerasan seksual kepada siswa JIS yang berinisial MAK. Menurut Patra, kematian Azwar tidak wajar dan perlu investigasi mendalam.
"Terdapat luka lebam di bagian mata dan bibir jenazah Azwar. Padahal, waktu berangkat ke kepolisian, Azwar dalam kondisi sehat," kata Patra di kantor Kompolnas, Jalan Tirtayasa, Jakarta, Selasa (17/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Patra mengatakan Azwar ditemukan tidak bernyawa seusai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada 26 April 2014. Pihak kepolisian mengklaim Azwar menenggak cairan pembersih toilet yang ada di kamar mandi.
Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Didi Hayamansyah menyatakan Azwar sempat izin ke toilet untuk buang air. Ada dua penyidik yang menemaninya.
"Beberapa menit kemudian, terdengar ada bunyi seperti ada benda jatuh. Kemudian penyidik mendobrak pintu dan menemukan Azwar tergeletak dan sudah minum cairan pembersih toilet," kata Didi.
Didi menjelaskan Azwar kemudian segera dibawa ke UGD Polda Metro Jaya. Setelah pertolongan pertama, langsung dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara tingkat I. "Azwar meninggal pada pukul 18.00 WIB di RS. Kami sudah minta untuk autopsi namun ditolak oleh pihak keluarga," katanya.
Sementara itu, Patra menduga kematian Azwar dikarenakan tindakan penganiayaan oleh aparat kepolisian, bukan semata-mata keracunan. "Kami menemukan kelima laki-laki petugas kebersihan tersebut disiksa pada 3 hingga 4 April saat diperiksa di kepolisian," kata Patra.
Hal senada juga diungkapkan oleh Yayah, istri dari Syahrial yang juga terdakwa dalam kasus kekerasan seksual siswa JIS. "Pertama kali lihat Syahrial setelah dari kantor polisi, saya lihat wajahnya babak belur. Saya mohon kalau memang suami saya salah, tidak perlu sampai dipukuli," katanya.
Di sisi lain, Patra menduga adanya pemaksaan dari pihak penyidik kepada terdakwa untuk mengakui telah melakukan kekerasan seksual kepada MAK. "Zainal dan Syahrial kemudian mengaku melakukan kekerasan seksual. Pertanyaannya, apakah pengakuan itu memang sukarela dari mereka atau karena takut dipukul lagi?" kata Patra.
Menanggapi hal itu, Didi berpendapat pihaknya telah menganut asas praduga tak bersalah. "Tidak betul kami memaksa mereka mengakuinya. Perlu ditegaskan bahwa keenam orang itu memang orang yang kami temukan berdasarkan alat bukti," katanya.
Ia menambahkan, "Kami sudah dipanggil presiden, Komnas HAM, Ombudsman, dan Mekopolhukam. Kami merasa telah diserang oleh media. Sekarang biarlah pengadilan yang membuktikan. Kalau memang mereka tidak salah, silakan bebaskan,"ujarnya.
Berdasarkan hasil pengadilan, Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Syahrial, dan Zainal Abidin telah divonis hukuman delapan tahun kurungan penjara. Sementara, Afrischa Setyani divonis selama tujuh tahun kurungan penjara.
Menanggapi hal ini, Anggota Kompolnas Adrianus Meliala meminta kuasa hukum terdakwa untuk segera membuat laporan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (PROPAM Polri). "Kami berharap semua pihak terkait bisa bekerja tanpa harus menunggu surat dari kami. Kami berhak memerintahkan Polri untuk mengulangi penyelidikan dan penyidikan," kata Adrianus.
Untuk membuktikan kebenaran, Sekretaris Kompolnas Syafriadi Cut Ali berpendapat sangat mungkin diperlukan autopsi jenazah Azwar. "Apakah keluarga bersedia bila makamnya dibongkar ulang? Seharusnya, autopsi dilakukan sejak awal, meski tidak disetujui pihak keluarga," katanya.
(utd)