Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 40 tahanan Rutan Cipinang, Jakarta, terjangkit tubercolosis (TBC) setiap tahunnya. TBC dalam catatan Kementerian Hukum dan HAM menjadi penyebab kematian tahanan dan narapidana terbesar keempat.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan tenaga medis Rutan Cipinang hari ini, Selasa (24/2), ada 18 pasien yang menderita infeksi saluran pernafasan tersebut. "Delapan pasien menjalani pengobatan intensif, sisanya dalam pengobatan lanjutan," kata Yulius Sumarli, dokter sekaligus koordinator tenaga medis di rutan yang berada di Jakarta Timur tersebut.
Menurut data yang dimiliki Yulius, pada tahun 2013 ada 41 tahanan Rutan Cipinang terjangkit TBC. Tahun 2014 lalu jumlahnya meningkat menjadi 49 tahanan. Meski ada peningkatan Yulius menilai ada capaian positif karena bisa ditemukan lebih banyak tahanan yang menderita TBC.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahanan yang positif menderita TBC akan dirawat sampai sembuh agar tidak menulari tahanan yang lain. Dalam dua tahun terakhir, sepuluh narapidana Rutan Cipinang meninggal dunia karena TBC.
Namun mereka yang terjangkiti TBC bukan hanya karena tertular di dalam sel tahanan. Ada juga tahanan yang memang sudah menderita TBC sejak dari luar rutan.
Kini, sebelum menjalani masa tahanan tenaga medis menurut Yulius akan mengecek kondisi kesehatan para tahanan dan narapidana. Tak hanya TBC, Yulius juga merasa penting mengetahui ada tidaknya penghuni yang menderita HIV/AIDS.
Sementara itu Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana Kemenkumham Nugroho menyatakan akan memberikan perawatan yang berkelanjutan pada tahanan dan narapidana yang terjangkit TBC.
"Kami ingin walaupun mereka telah keluar dari rutan atau lapas, mereka tetap mendapatkan perawatan," tuturnya.
Pelibatan NarapidanaMenyiasati buruknya kondisi tahanan serta sarana dan prasarana kesehatan di rutan dan lembaga pemasyarakatan, Yulius dan kolega-koleganya pada tahun 2012 menciptakan program pengkaderan bernama Save Our Soul (SOS) Ruci.
Mereka yang masuk dalam program ini adalah para narapidana yang telah mendapatkan vonis pidana penjara dua hingga empat tahun dan berpendidikan minimal sekolah menengah atas. "Kelompok ini diberikan tugas untuk mengevakuasi tahanan maupun narapidana ke poliklinik," kata Yulius.
Pelibatan narapidana yang punya tingkat pendidikan lebih baik ini berguna agar kondisi pasien tidak menjadi lebih buruk. Pasalnya evakuasi yang dilakukan orang awam biasanya malah memperburuk kondisi pasien. "Kalau anggota SOS Ruci ini sudah dilatih," ujarnya.
Tidak seluruh narapidana bisa masuk ke kelompok ini. Yulius dan tim menyeleksi narapidana dengan tes tertulis dan wawancara. Serangkaian pelatihan seperti kemampuan memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan pun diberikan.
Tidak ada kompensasi apapun terhadap kerja anggota SOS Ruci. Yulius menuturkan, mereka harus bekerja sukarela. Tak ada juga rekomendasi keringanan hukuman pidana setelah mengabdi di SOS Ruci.
"Mereka kami satukan di kamar yang sama. Keuntungannya, mereka bisa keluar ke blok lain, lebih bebas," katanya.
(sur/obs)