Jakarta, CNN Indonesia -- Terpidana mati kasus narkoba asal Nigeria Raheem Agbaje Salami (42) akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan PK sebelumnya. Kuasa hukum Raheem, Utomo Karim, mengklaim tengah mengumpulkan alat bukti baru sebagai pertimbangan dalam PK tersebut.
"PK bisa dilakukan lebih dari sekali. Saya ada rencana mengajukan PK. Nunggu bukti identitas aslinya (Raheem)," ujar Utomo kepada CNN Indonesia, ketika dihubungi, Senin petang (10/3).
Utomo menjelaskan, PK dapat diajukan kembali apabila ditemukan bukti baru. Ia optimis, bukti yang tengah ia kumpulkan dapat menjadi senjata baru bagi kliennya untuk mencari keadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam PK kali ini, Utomo menjelaskan bahwa Raheem bukan nama asli dari kliennya. Ia bercerita, nama Raheem diberikan oleh bandar narkoba di Thailand yang menyuruh Raheem mengantarkan narkoba ke Surabaya.
"Kalau nama aslinya sesuai identitas, Jamiu Owolabi Abashin, warga negara Nigeria," ungkapnya.
Kesalahan nama tersebut dapat berakibat fatal dalam seluruh proses hukum. "Semua proses dari bawah sampai grasi salah semua. Itu tidak boleh," katanya.
Utomo bersikeras, seluruh berkas hukum yang dimiliki kliennya, apabila tercantum nama Raheem maka dapat dibatalkan. "Dalam Pasal 143 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), surat dakwaan bisa batal demi hukum apabila identitasnya salah. Putusan juga bisa batal demi hukum, sesuai Pasal 193 KUHAP," katanya.
Sebelumnya, Raheem ditangkap lantaran menyelundupkan heroin seberat 5 kilogram pada tahun 1999. Setelah diadili pada tingkat pertama, ia divonis penjara seumur hidup. Kemudian, Raheem mengajukan banding. Oleh majelis hakim pengadilan tinggi, hukuman Raheem diringankan menjadi penjara selama 20 tahun.
Namun, Raheem ngotot mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hakim Agung justru memperberat hukuman Raheem menjadi vonis mati. Tak terima, Raheem mengajukan PK. Upayanya mencari keadilan kandas. Ia tetap diganjar hukuman mati. Raheem juga berupaya mengajukan ampunan permohonan ke Presiden. Namun, grasinya ditolak.
Selain berencana mengajukan PK, Raheem juga masih menjajal upaya hukum lain dengan menggugat Keputusan Presiden Nomor 4/G/2015 yang menolak permohonan grasinya. Sidang pertama telah digelar pada Senin (9/3) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.
(utd)