Jakarta, CNN Indonesia -- Jaringan Advokasi Nasional Pembantu Rumah Tangga (JALA PRT) kembali mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk memprioritaskan Rancangan Undang-Undang PRT (RUU PRT) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), mengingat Senin (23/3) esok anggota DPR mulai bekerja kembali setelah masa reses.
"Kami mengingatkan kembali tanggung jawab anggota DPR yang dibiayai rakyat, tak terkecuali PRT di dalam negeri dan di luar untuk segera mengembalikan RUU PRT sebagai prioritas Prolegnas 2015," ujar Koordinator JALA PRT Lita Anggraini melalui pesan singkat kepada CNN Indonesia, Minggu (22/3).
Sejauh ini, Lita mengaku, berbagai upaya telah dilakukan demi menyukseskan pengesahan RUU tersebut. Dimulai dari rapat bersama dengan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, aksi demo, hingga aksi mogok makan.
Aksi mogok makan menjadi jalan keras yang ditempuh para buruh dan simpatisan PRT. Lita yang juga telah menjalankan aksi ini selama kurang lebih sebulan, mengatakan sudah ada lebih dari 1.000 relawan yang ikut mogok makan sejak aksi ini dimulai 7 Maret lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka semua bergantian di berbagai wilayah dalam dan luar negeri untuk mendesak RUU PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT.
Salah satunya adalah Nur Khasanah dari Semarang. "Semangat! Hari ini saya mogok makan 24 jam berhasil," ujar Nur.
Pada Minggu pagi, puluhan relawan PRT melakukan aksi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. Mereka yang mayoritas adalah perempuan berkumpul membawa ember, sapu dan alat kebersihan lainnya sembari mengusung poster bertuliskan 'Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT'.
"Aksi (berjalan) lancar," ujar Nur selaku Ketua Serikat PRT Merdeka Semarang.
Banyaknya tindak kekerasan serta diskriminasi terhadap PRT Indonesia menjadi salah satu faktor utama perlu dicetuskannya Undang-Undang yang melindungi hak-hak mereka, mengingat PRT juga merupakan tenaga kerja.
Namun, RUU yang sejak sepuluh tahun lalu telah dibuat tak kunjung disahkan oleh DPR sehingga, menurut Lita, pemerintah telah menutup mata untuk mengakui dan melindungi kesejahteraan PRT.
(sip)