Jakarta, CNN Indonesia -- Hingga saat ini belum diketahui di mana keberadaan dokumen hasil rapat Dewan Kehormatan Perwira ABRI yang memuat rekomendasi pemecatan terhadap Prabowo Subianto pada tahun 1998 lalu. Padahal, dokumen tersebut sangat dibutuhkan dan penting untuk mengungkap peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia di periode 1997 hingga 1998 lalu terhadap beberapa aktivis.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Feri Kusuma, mengatakan pihaknya membutuhkan bukti keberadaan dokumen hasil DKP untuk mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab dalam hilangnya 12 aktivis sejak 1997 dan1998 silam.
Menurut Feri, jika dokumen resmi hasil sidang DKP sudah didapatkan maka KontraS akan lebih mudah melakukan advokasi dan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
"Dokumen tersebut sangat berguna bagi kami karena KontraS selama ini mendampingi korban penghilangan secara paksa. Dokumen itu penting untuk membuktikan apa Prabowo terlibat saat itu? Dalam dokumen yang beredar di media massa, Prabowo dianggap indispliner bukan hanya saat penculikan aktivis tahun 1997 dan 1998 tapi juga saat operasi di Aceh dan operasi di tempat lain," ujar Feri di Kantor Komisi Informasi Pusat, Jakarta, Jumat (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini penting bagi kami dalam hal mengungkap fakta-fakta kebenaran peristiwa HAM masa lalu," kata Feri menjelaskan.
Hingga saat ini, KontraS bersama Imparsial dan Setara Institute telah beberapa kali mengajukan permohonan untuk melihat dokumen hasil sidang DKP saat itu kepada Markas Besar TNI. Namun, pihak Mabes TNI selalu mengatakan tidak mengetahui dan tidak memiliki dokumen yang diminta oleh ketiga lembaga tersebut.
Karena adanya keterangan dari Mabes TNI itu maka KontraS bersama Imparsial dan Setara pun memutuskan untuk mengadukan dugaan penyembunyian informasi tersebut ke KIP sejak beberapa bulan lalu. Hingga saat ini, terhitung telah tiga kali sidang ajudikasi terkait permohonan dokumen DKP berlangsung di Kantor KIP.
(utd)