Ganti Pimpinan Fraksi Golkar, Hak DPR atau DPP?

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Selasa, 31 Mar 2015 08:25 WIB
Kubu Ical berkeras pergantian pimpinan Fraksi Golkar oleh DPR harus tunggu putusan inkrah dari pengadilan. Kubu Agung membantah, menyebut itu hak DPP yang sah.
Kubu Agung Laksono menggelar rapat perdana di ruang rapat Fraksi Golkar setelah berhasil menguasai Sekretariat Fraksi di lantai 12 Gedung Nusantara I DPR RI, Senin (30/3). (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kisruh Partai Golkar memasuki babak baru. Senin petang (30/3), setelah sempat tertunda tiga hari, akhirnya kubu Agung Laksono berhasil mengambil alih Sekretariat Fraksi Golkar di lantai 12 Gedung Nusantara I DPR RI secara fisik.

Jatuhnya kendali fraksi dari kubu Aburizal Bakrie (Ical) ke Agung terlihat dari keberhasilan para loyalis Agung memasuki Sekretariat Fraksi yang semula dikunci, diproteksi dengan password, dan dijaga belasan petugas keamanan. Mereka kemudian menggelar rapat perdana di ruang rapat Fraksi Golkar yang beberapa jam sebelumnya digunakan kubu Ical untuk menggelar konferensi pers.

Namun penguasaan Sekretariat secara fisik itu bukan berarti rencana kubu Agung mengganti pimpinan Fraksi Golkar bakal mulus. Sekretaris Jenderal DPR  Winantuningtyastiti Swasanani menyatakan niat Agung mengganti pimpinan Fraksi Golkar bakal dibahas lebih dulu di rapat pimpinan DPR, rapat Badan Musyawarah DPR, dan terakhir rapat paripurna DPR, Kamis pekan ini (2/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada semua tingkat rapat itu, ujar Winan --panggilan Winantuningtyastiti, pergantian pimpinan Fraksi Golkar bisa saja ditolak. Saat ini, Selasa (31/3), Winan bahkan masih mengakui Ade Komarudin dari kubu Ical sebagai Ketua Fraksi Golkar yang sah meski Agung selaku Ketua Umum Golkar yang diakui pemerintah telah menunjuk Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Ketua Fraksi Golkar baru.

"Secara administratif, Ketua Fraksi Golkar masih Ade Komarudin," ujar Winan usai mengikuti rapat mediasi dua kubu di Fraksi Golkar DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon semalam.

Ade Komarudin dan sekretaris fraksinya, Bambang Soesatyo (Bamsoet), memang tak mau begitu saja jabatan mereka di Fraksi Golkar, fraksi terbesar kedua di parlemen setelah PDIP. Ade dan Bamsoet berpendapat Agung tak bisa mengganti pimpinan fraksi sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) dari pengadilan soal sengketa Golkar. Saat ini gugatan kubu Ical terkait keabsahan Munas Ancol yang menghasilkan Agung sebagai Ketua Umum Golkar masih diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan majelis hakim belum memberikan putusan.

Menurut Bamsoet, DPR sebagai lembaga legislatif punya proses terpisah yang tak mengikuti kebijakan eksekutif. “Jadi meski Dewan Pimpinan Pusat (Agung) telah mengantongi pengesahan Menteri Hukum dan HAM, DPR punya mekanisme sendiri yang diatur Undang-Undang. Jadi jangan merasa sebagai jagoan. Ikuti mekanisme DPR,” kata Bamsoet, beberapa jam sebelum Sekretariat Golkar jatuh ke tangan kubu Agung.

Jadi sesungguhnya, bagaimana seharusnya mekanisme pergantian pimpinan fraksi, dan siapa yang berwenang melakukan pergantian?

Merujuk pada Tata Tertib DPR dan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), pimpinan fraksi ditentukan oleh fraksinya masing-masing di DPR bersama pimpinan DPR. Namun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar menyebutkan DPP Partai Golkar lah yang berhak mengangkat dan memberhentikan personel fraksinya.

Maka jika menafsir atas AD/ART Golkar, Agung Laksono legal merombak pimpinan Fraksi Golkar dengan memberitahukannya ke pimpinan DPR untuk dibahas di Badan Musyawarah DPR. Fraksi pun tak berhak menolak wewenang DPP mengganti pimpinan karena UU MD3 jelas menyebutkan bahwa fraksi merupakan kepanjangan partai.

Hal tersebut diamini pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan Asep Warlan. Menurutnya, tidak ada yang berhak melakukan perombakan selain DPP partai yang bersangkutan. Sekretaris Jenderal DPR pun tak bisa ikut mengubah substansi karena hanya bertugas mengurusi administrasi.

"Sekjen tidak punya hak apa-apa selain mencatatkan (pergantian pimpinan fraksi) secara formal setelah disepakati di rapat paripurna DPR," kata Asep kepada CNN Indonesia.

Baca kisruh partai beringin selengkapnya di FOKUS: Dua Golkar Berebut Lantai 12

Persoalannya, legalitas hukum kerap berbenturan dengan dinamika politik. Terlebih DPR adalah lembaga politik. Maka aspek hukum bisa terpinggirkan oleh kepentingan politik.

Asep berpendapat, jika dalih kubu Ical meminta Agung tidak untuk merombak pimpinan fraksi karena belum ada putusan inkrah atas dualisme kepengurusan Golkar, hal itu sebenarnya bisa diabaikan. "Sebelum ada keputusan hukum yang baru, maka keputusan Menkumham seharusnya dipakai," kata dia.

Faktor politik jelas kentara dalam perombakan pimpinan Fraksi Golkar di parlemen. Perombakan mudah dilakukan secara teknis, namun sulit secara politik. Berhasil-tidaknya Agung mengganti pimpinan Fraksi Golkar dengan orang-orangnya akan ditentukan Kamis ini. (pit/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER