Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto menyebut kaburnya sepuluh tahanan yang terjadi pada Selasa (31/3) dini hari lalu sebagai catatan pertama yang terpaksa ditorehkan dalam sejarah keberadaan BNN.
Benny mengaku sangat menyayangkan terjadinya peristiwa itu. Sejak awal, menurut Benny, BNN seharusnya sudah memetakan jejaring dan kemampuan para tahanan mereka yang merupakan bagian dari sindikat narkoba besar.
"Ketika mengungkap jaringan sindikat, kita bisa memperhitungkan kekuatan sindikat dan tingkat ancamannya," ujar Benny kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika hal itu telah dilakukan, BNN menurutnya, pasti menyadari resiko-resiko yang dapat terjadi bila mereka tidak mengawasi tahanan dengan ketat.
Benny, yang juga pernah menjabat Deputi Penindakan dan Pengejaran BNN ini, memaparkan, bahwa sindikat narkoba kelas kakap mempunyai uang berlimpah sehingga bisa melakukan apa saja, baik mempengaruhi petugas rutan ataupun menggalang kekuatan dari luar.
Dia bercerita, ketika menjabat Deputi Pemberantasan yang membawahi Direktur Pengawasan Tahanan dan Barang Bukti, BNN kerap melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke ruang-ruang tahanan.
Benny pun mengaku kerap menugaskan para direktur secara struktural organisasi yang berada di bawahnya untuk piket bergantian. Benny berkata, kebijakan tersebut efektif memberikan shock terapy kepada para tahanan, termasuk membuat para petugas rutan selalu waspada.
"Kalau terus-menerus sidak dan melakukan pemeriksaan fisik, peluang tahanan untuk menyembunyikan alat yang tidak diperbolehkan akan semakin kecil," ungkapnya.
Seperti diketahui, sepuluh tahanan kabur dari rutan BNN yang berada di kawasan Cawang, Jakarta Timur. Lima di antara mereka merupakan anggota jaringan Aceh Timur. Kelimanya dicokok petugas pada 15 Februari lalu karena terlibat dalam pengedaran narkotika jenis sabu seberat 77,3 kilogram.
Adapun, dua orang lainnya, Apip Apriansyah (33) dan M Husein (42), merupakan tahanan yang baru saja ditangkap di kawasan pemakaman San Diego Hill, Karawang, Kamis (19/3) lalu. Mereka diduga akan mengedarkan sabu seberat 25,2 kilogram.
Tiga tahanan lainnya yaitu Erick Yustin (39), Harry Radiawana (47) dan Franky Gozali alias Thomas (34). BNN menangkap Erick pada 30 Januari 2015 di wilayah Cempaka Wangi, Jakarta. Erick diketahui merupakan kaki tangan Sylvester Obiekwe, terpidana mati yang tiga kali kedapatan mengendalikan jaringan narkoba dari dalam lapas.
(meg)