EKSEKUSI TERPIDANA MATI

Terpidana Mati Harusnya Segera Menjadi Prioritas Eksekusi

Megiza | CNN Indonesia
Senin, 19 Jan 2015 16:44 WIB
Lamanya waktu yang dibutuhkan sejak vonis dijatuhkan hingga eksekusi, banyak digunakan narapidana untuk mengklaim adanya novum.
Petugas Lapas membakar telepon genggam dan barang elektronik lainnya milik narapidana dan tahanan pada pemusnahan barang itu di Rutan Cipinang, Jakarta, Jumat 19 Desember 2014. Sebanyak 213 telepon genggam, delapan alat elektronik serta 19 senjata tajam yang dimusnahkan tersebut merupakan hasil penggeledahan Satgas Kamtib di Lapas dan Rutan wilayah DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), Irjen (Purn) Benny Mamoto menyebut ada banyak narapidana yang sudah divonis mati, namun hingga kini masih berada di balik dinding penjara. Sayangnya, beberapa dari terpidana tersebut malah memanfaatkan pengumuman eksekusi mati dengan dengan terus melancarkan penyebaran narkotik dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

"Kalau sudah dikasih vonis mati, harusnya menjadi prioritas eksekusi. Dan harusnya, upaya hukum yang dilakukan terpidana mati dapat dimentahkan jika mereka ketahuan masih melakukan penyebaran narkotik di dalam penjara ," ujar Benny kepada CNN Indonesia, Senin (19/1).

Dia mencontohkan, Freddy Budiman sebagai salah satu narapidana yang telah divonis hukuman mati. Gembong narkoba internasional yang berhasil menyelundupkan 1.4 juta pil ekstasi dari Tiongkok ke Indonesia, dinilai sudah seharusnya dimentahkan pada saat mengajukan PK (Peninjauan Kembali) ataupun grasi.

Benny menyebut, terlalu panjangnya jeda yang harus dilewati sejak terpidana divonis hukuman mati hingga dilakukannya eksekusi, membuat narapidana seakan diberi kesempatan mencari uang untuk dapat melanjutkan proses hukum lainnya. "Ya akhirnya seperti dikasih waktu untuk cari duit buat proses hukum yang baru. Nah, banyak dari mereka yang mencari duit dari dalam penjara lewat narkotik. Sudah itu, sering kali ada novum (bukti baru) yang diada-adain. Sebaiknya, kalau sudah dikasih vonis harus jadi prioritas eksekusi," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, tidak dibatasinya Pengajuan Kembali (PK) juga, dikatakan Benny, menjadi salah satu peluang narapidana terlibat dalam 'pasar gelap' di dalam Lapas. "Di sinilah harusnya dilakukan pencegahan. Ketika sudah diketahui seorang narapidana kembali terlibat (dengan jaringan) dari dalam penjara, harusnya distop pemberian grasi," ujar Benny.

Sanksi Untuk Kalapas

Banyaknya narapidana yang masih terlibat dalam kasus peredaran narkoba dari balik penjara, diungkapkan Benny, didapat melalui data Badan Narkotika Nasional yang diketahuinya. Dia menyebut, ada 73 narapidana yang tercatat terlibat kasus baru.

"Artinya, indikasinya adalah mereka tidak tobat saat di dalam penjara."

Dengan kondisi terus menjamurnya narapidana yang menjadi pengendali penyebaran narkotik ke daerah-daerah, Benny mengatakan, Kepala Lapas menjadi orang pertama yang bertanggung jawab atas permainan para narapidana tersebut. Begitupun jika ditemukan adanya narapidana yang mendapatkan surat rekomendasi grasi dari Kalapas.

"Menkumham harusnya melakukan audit, ketika ada napi yang terlibat kasus beberapa kali saat di dalam penjara tapi kemudian mendapat rekomendasi grasi dari Kalapas," ujar Benny. (meg/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER