LIPUTAN KHUSUS PERBUDAKAN

Rayuan Permen Bagi Budak Indonesia di Kapal Neraka

Sandy Indra Pratama | CNN Indonesia
Selasa, 21 Apr 2015 13:46 WIB
CNN Indonesia merangkum cerita pilu para anak buah kapal yang diperbudak di kapal penangkap ikan milik asing. Para budak ini jauh dari perhatian pemerintah.
Ilustrasi Perbudakan. (Getty Images/Mario Tama)
Jakarta, CNN Indonesia --
- “Kapan lebaran?”
- “Sudah lewat tiga hari lalu.”

2012.  Perairan Atlantik, pada suatu pagi. Serbuan ikan mereda di kapal Rich 7. Kapal itu tempat bekerja Imam Syafi’i, seorang satpam pabrik yang terjebak menjadi budak kapal asing penangkap ikan asal Taiwan. Mendengar kabar Lebaran sudah lewat tiga hari, dia langsung terpekur.
Sebagai muslim, Idul Fitri adalah hari istimewa. Tapi ia tak pernah tahu bagaimana menghitung hari itu tiba. “Tak ada sama sekali fasilitas penunjuk waktu di atas kapal,” ujar lelaki 29 tahun itu. Jangankan jam atau telepon satelit, kalender saja kata Imam disembunyikan kapten. 

Sebagai budak, yang bekerja selama dua tahun di kapal itu dan tanpa dibayar upahnya, yang ia tahu hanya siang dan malam. “Mudah mengenalinya, terang sama gelap,” ujar lelaki itu berkelakar saat diwawancarai CNN Indonesia April lalu. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ada hari yang dikenalinya sebagai hari besar. Itu adalah hari pergantian kalender lunar dalam tradisi Tionghoa, atau Imlek.  “Kapten merayakannya dengan memperbolehkan kami para ABK makan daging ayam dan babi,” ujarnya. Tapi bagi Imam dan rekan-rekannya yang muslim, babi adalah haram. “Betapa tersiksanya saya melihat daging babi dihidang istimewa saat itu,” kata Imam.

Selepas Imlek? Menu kembali kepada hal biasa: rebusan. Sayur, kacang hijau dan nasi putih polos hanya dihidangkan dua kali dalam 24 jam. Selebihnya adalah jam bekerja. Melempar umpan pada malam hari dan menarik ikan mulai dini hari hingga pagi. (Baca juga: Cerita Para Budak Indonesia di Atas Kapal Neraka)

Berada di tengah samudera membuat dia didera kangen berat ke kampung halaman. Apalagi saat lebaran tiba. Tapi Imam tak bisa mengontak siapapun di daratan sana. Sebenarnya, ada telepon satelit milik kapten. Ia bisa saja meminjamnya.  “Tapi waktu itu setiap sepuluh menitnya dibanderol US$ 500. Harga yang mustahil dengan janji gaji US$ 180 per bulan,” kata Imam.

Selama bekerja, menurut Imam, tak sedikit pun fasilitas kapal yang ia nikmati. Bahkan untuk menghisap sebatang rokok saja, ia harus bersitegang dengan kapten. Belakangan ia diberi rokok pada saat istirahat yang harus ia tebus dengan pemotongan gajinya per bulan. “Kapten punya buku log untuk pengeluaran kami para budaknya,” katanya.

Di kapal Rich 07 milik Kwo Jeng Trading Co Ltd yang berbendera Taiwan itu, ada 13 budak, tujuh orang dari Indonesia, enam berasal dari China, tiga orang berkebangsaan Vietnam. Dua juragan kapal, masing-masing juru mesin dari China dan kapten berasal dari Taiwan. Rute pelayarannya di lautan Atlantik. Sesekali mereka merambah indahnya perairan Karibia tempat cerita kapten Jack Sparrow bermula.

Ditanya masalah kebersihan, Imam tergelak. Air bersih hanya diperuntukan bagi kapten, sang juragan kapal dengan tangan kanannya si penjaga mesin. Sedangkan ABK, selama dua tahun mandi mengunakan air laut. “Sabun sampo dipotong lagi dari gaji, jadi mending tak pakai sampo atau tak mandi sekalian,” katanya. Lagi pula, tambahnya bercanda, mau ganteng juga buat dilihat siapa, orang di tengah samudera begitu.” (Lihat Infografis: Buruknya fasilitas ABK di Kapal Neraka).

Persoalan kesehatan, juga minim. Setiap luka bekas siksaan tak pernah diberikan obat. Kebanyakan, kata Imam, luka para budak itu sembuh sendiri. Nyaris seperti mukjizat. “Pernah saya sakit, makan ikan mentah, mirip di restoran Jepang pikir saya, malah sembuh,” ujar Imam cengengesan. 
Salah satu kapal yang digunakan oleh ABK trinidad and tobago untuk berlayar (Dok Istimewa)


Lantas apa kesenangan kalau para budak diapresiasi kerja oleh Kapten? Imam pernah menangkap sebuah tuna besar. Sang kapten bangga padanya. Apa hadiahnya? “Saya diberi sebutir permen, itu saja,” katanya.

Pernah dia berpikir untuk berontak. Tapi apa daya, kapten punya senjata yang ia sembunyikan. Jadi, mana berani para budak kapal membangkang. “Ancaman akan dibunuh itu sepertinya setiap waktu, selain dari alam dengan ombak yang bergulung-gulung juga dari kapten yang punya senjata api,” ujarnya. (Baca juga: Cerita Para Budak Indonesia di Atas Kapal Neraka)

Itu sepetik kesaksian awak kapal asa Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan asing. Nasib mereka tak lebih baik dari para korban anak buah kapal yang terungkap di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

Semua rekan Imam, bekas ABK yang diberangkatkan oleh PT Karltigo, akhirnya menuntut perusahaan perantara mereka bekerja. Di pengadilan yang digelar dari akhir 2013 hingga awal 2014, terungkap kalau perusahaan itu tak berizin memberangkatkan pelaut. Bahkan, seorang saksi dari Kementerian Perhubungan menyebutkan kalau buku pelaut yang dibawa para budak asal Indonesia itu palsu.
(sip/nez)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER