Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Sekolah Menengah Atas Muhamadiyah 11 Rawamangun, Slamet Sutopo, berang nama institusinya dicatut dalam undangan pesta bikini yang menyasar peserta dari kalangan pelajar. Ia pun mengultimatum penggagas acara tersebut untuk segera menyatakan permintaan maaf.
"Ini telah mencemarkan nama baik sekolah dan organisasi Muhamadiyah secara umum," ujar Slamet di kantor Komisi Perlindungan Anak, Jakarta, Jumat (24/4).
Slamet menyatakan, sekolahnya tidak terlibat apalagi mendukung penyelenggaraan pesta bertajuk
Splash After Party yang rencananya akan digelar Sabtu (25/4) besok, di sebuah hotel d kawasan Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sebagaimana terlihat dalam video promosi pesta yang diunggah ke situs Youtube tersebut, Divene Production sebagai penyelenggara mencantumkan nama sekolah yang dipimpin Slamet. Tak hanya SMA Muhamadiyah 11 Rawamangun, Devine Production juga menyebut lima belas nama sekolah lain, seperti SMA Al Kamal dan SMAN 44.
"Kami meminta
event organizer untuk meminta maaf kepada sekolah," tegasnya. Slamet mengatakan, sekarang lembaganya juga sedang mempertimbangkan untuk melanjutkan perkara ini ke kepolisian, meskipun akhirnya Devine Production bersedia meminta maaf.
Sementara itu Komisioner KPAI Susanto memaparkan, sebelas dari 16 sekolah yang namanya tertera pada video iklan pesta bikini telah menyatakan tak terlibat dalam penyelenggaraan itu. Namun kepada KPAI, salah satu kepala sekolah mengakui salah satu pelajar dalam iklan tersebut terdaftar di sekolahnya.
Kamis (23/4) kemarin, manajemen Hotel Media & Tower mengumumkan, pesta bikini
Splash After Party batal digelar di hotel mereka. "Kami resmi membatalkan acara ini karena disinyalir akan diikuti oleh anak-anak di bawah umur,” ujar Manager F&B Event & Sponsorship, Ibnu M Iqbal.
Pada kesempatan berbeda, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan akan menertibkan pesta yang menganggu keamanan. "Selama itu menimbulkan gangguan keamanan, pasti akan kami lakukan antisipasi," ujar Badrodin di Gedung DPR, Jakarta, Kamis kemarin.
Akan tetapi, Badrodin menilai pihak yang lebih tepat menangani kasus ini adalah pemerintah daerah dan kementerian yang terkait dengan perlindungan anak.
(rdk)