Farid Si Anak Asuh yang Sukses Bekerja di Kementerian

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Jumat, 22 Mei 2015 10:09 WIB
Dengan pola pengasuhan yang tepat, anak-anak asuh bisa tumbuh dan mendapatkan tempat di masyarakat seperti layaknya anak-anak dengan orangtua kandung.
Deretan piala yang diterima oleh anak-anak asuh di kawasan rumah penampungan sosial SOS Children's Village di Cibubur, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengasuhan yang penuh dengan kasih sayanglah yang mengantarkan Farid, 35, sebagai seorang manusia sukses. Selain dikaruniai dua anak sehat, Farid juga kini bekerja sebagai salah satu anggota tim reaksi cepat di Kementerian Sosial Republik Indonesia.

Nasib itu bisa saja berubah seandainya dia tidak diasuh dan berada di rumah penampungan yang harmonis dan penuh dengan kasih sayang. Keadaan ekonomi keluarga yang sulit bisa menjauhkan Farid dari hal-hal yang sudah diraihnya saat ini. Dia bisa saja berakhir sebagai seorang gelandangan. Namun, kenyataannya tidak demikian.

Farid tiba di rumah penampungan anak di SOS Children's Village Karya Bhakti Ria Pembangunan di Cibubur, pada 1985. Saat itu usianya masih 6 tahun dan rumah penampungan tersebut baru saja didirikan setahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang anak duduk di teras salah satu rumah penampungan di SOS Children's Village, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni)
Keluarganya tidak punya pilihan. Ayahnya baru saja meninggal karena tabrakan dan ibunya dirawat di rumah sakit. Dengan keadaan ekonomi sulit, berat bagi sang ibu untuk mengasuh kelima anaknya. Ibunya tak ingin dia terluntang-lantung dan tidak terawat. Maka, Farid pun dibawa oleh Ibu kandung ke sebuah panti asuhan di Pancoran, Jakarta Selatan.  "Saya masuk ke sini lima bersaudara," kata Farid.
Namun, sayangnya tempat tersebut penuh sehingga pihak pemilik panti tak mau menerima kedatangan Farid. Lalu, oleh orang panti bersangkutan, Farid dibawa ke SOS Children's Village. "Di era Soeharto, tempat ini terkenal sekali," kata Farid menjelaskan.

Seorang ibu asuh, Mama Regina, sedang menyiapkan bekal makan siang buat kedua anak asuhnya di salah satu rumah di SOS Children's Village, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni)
Di titik itulah, Farid memulai hidup baru dengan saudara-saudara dan ibu angkat. Di SOS Children's Village, Farid bertemu dengan seorang ibu asuh bernama Yanti. Farid kecil sangat menyukai berada di SOS Children's Village. Alasannya, konsep pengasuhan bak keluarga asli membuat anak-anak merasa betah dan nyaman.

"Kami disatukan dalam satu rumah. Saya suka karena SOS ini tetap menjaga keutuhan keluarga," kata Farid mengenang masa-masanya tinggal di rumah penampungan.

Dengan konsep ibu asuh dan rumah bak keluarga asli, Farid merasa mendapatkan kasih sayang dan peran keluarga.  "Anak yang kehilangan keluarga harus punya figur yang tetap. Kalau ganti-ganti, anak tidak akan bisa hidup dengan baik," kata dia menjelaskan.

Keberadaan Yanti selama 24 jam sehari untuk Farid membuat dia menganggap perempuan itu layaknya ibu kandung. Saat ini, meski sudah tak tinggal di SOS Children's Village, Farid masih selalu menyempatkan diri menemui Yanti di Wisma Bunda SOS Children's Village.

Tak hanya Farid, ratusan teman-temannya yang sudah tidak lagi menghuni rumah aman anak itu juga masih sering berkunjung ke tempat penampungan itu, terutama menjenguk ibu asuh mereka. SOS Children's Village, kata Farid, sudah terasa layaknya kampung halaman sendiri.

"Kalau lebaran pada ke sini semua. Kami makan-makan bersama. Ramai sekali," kata Farid.

Anak-anak bermain bola di kawasan rumah penampungan di SOS Children's Village, Cibubur, Jakarta Timur. (Cnn Indonesia/ Tri Wahyuni)
SOS Children's Village memang sudah banyak melepas anak-anak asuh ke sosial masyarakat. Sejak 1984 terhitung ada ratusan anak yang sudah meninggalkan tempat ini untuk hidup lebih mandiri. Alasannya, peraturan di SOS Children's Village mencatat waktu tinggal bagi anak asuh hanya sampai umur 18 tahun. Setelah itu mereka diminta hidup mandiri dan mencari nafkah sendiri.

"Sudah banyak yang sukses. Paling banyak itu bekerja di bidang pariwisata, kesehatan dan pendidikan. Ada juga di boga, yang kerja di luar negeri dan olahraga juga banyak. Militer juga ada. Wartawan ada satu," kata Direktur Nasional SOS Children's Village, Gregor Hadi Nitihardjo atau akrab dipanggil Hadi kepada CNN Indonesia.

Kesuksesan anak-anak asuh di SOS Children's Village, kata Hadi, dimulai dari perencanaan yang matang sejak kecil. Di tempat penampungan itu, para ibu asuh dibiasakan untuk mengajar anak-anak tersebut merencanakan pendidikan serta cita-cita asuhan mereka.
Hadi mencontohkan ketika ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, anak-anak asuh sudah diminta merencanakan cita-citanya sejak kelas 2 SMA. Mereka diminta untuk mempresentasikan keinginannya itu di depan pihak yayasan. Mereka juga diwajibkan membuat proposal pengajuan kuliah.

"Kami tidak mau mereka nantinya salah jurusan. Mau kuliah sosial politik, mereka harus mengerti itu apa. Jangan sampai dua tahun kuliah terus merasa salah jurusan," kata Hadi.

Menurut dia, itu merupakan salah satu cara yang diterapkan SOS Children's Village untuk mempersiapkan calon mahasiswa supaya jauh hari punya perencanaan. Tak heran jika saat ini pun mereka bisa sukses.
Di SOS Children's Village pun tak hanya memikirkan pendidikan formal. Yayasan mempunyai program ekstrakurikuler untuk semua anak-anaknya.

Ada kegiatan melukis, menari, menyanyi, perkusi, sepak bola dan gambang kromong serta informasi teknologi. Dari kegiatan itu anak-anak SOS Children's Village juga bisa menunjukkan kemampuannya dan bisa tampil di masyarakat luas.

"Kemarin anak-anak habis tampil paduan suara di Mall Central Park," kata salah satu ibu asuh. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER