17 WNI Telantar di Trinidad dan Tobago Usai Kapal Terbakar

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Selasa, 26 Mei 2015 06:52 WIB
Kapal tempat mereka bekerja terbakar. Paspor ikut terbakar. Usai selamatkan diri dengan terjun ke laut, para ABK dipindah kapal dan malah disuruh terus bekerja.
ABK telantar di perairan Trinidad and Tobago. (Dok.Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 17 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan MV. Relience yang terbakar di perairan Trinidad dan Tobago, Kepulauan Karibia dekat Amerika Selatan, Rabu pekan lalu (20/5), bernasib tak jelas karena seluruh harta benda mereka, termasuk dokumen paspor, buku pelaut, dan baju, semua ludes dilalap api.

Para ABK itu sendiri berhasil selamat karena terjun ke laut. Dalam kondisi buruk itu, sialnya mereka masih diminta bekerja. “Kasihan, sudah barang-barangnya hangus terbakar, ABK bukannya dibawa ke darat malah dipindah kapal dan tetap disuruh bekerja. Padahal kondisi mental dan fisik mereka masih lemah,” ujar saksi mata, Juher, ketika menghubungi Bambang, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Indonesia di Luar Negeri (SPILN) Tegal. Ia menceritakan ulang kejadian itu untuk CNN Indonesia, Senin malam (25/5).

”Ironis, para ABK asal Indonesia dievakuasi dan dipindah ke kapal lain, tapi tetap disuruh bekerja. Sementara dua ABK asal China diajak sandar ke darat bersama kapal saya,” ujar Juher. Relience merupakan kapal milik perusahaan Taiwan. (Baca juga: Kapal Terbakar, Lima ABK WNI Terlantar di Perairan Angola)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua DPC SPILN Tegal Bambang Suherman mengatakan kejadian serupa juga menimpa 5 ABK asal Indonesia yang bekerja di Kapal MV. Luanda 01. Kapal itu terbakar di perairan Angola, Afrika Barat, Sabtu sore (16/5). Hingga saat ini nasib 5 ABK WNI masih terkatung-katung tanpa kejelasan.

SPILN sudah membawa salah satu keluarga korban mengadu ke Kementerian Luar Negeri untuk meminta agar para ABK dipulangkan. Namun sejauh ini belum ada notifikasi tindak lanjutnya. Arlan, salah satu korban dari 5 ABK tersebut bahkan mengatakan, belum ada perwakilan pemerintah RI maupun pihak perusahaan di Angola yang mengunjungi mereka.

Padahal Arlan juga sudah menghubungi perusahaan pengirimnya, namun tidak pernah ada jawaban. "Seharusnya perlindungan untuk Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, terutama di sektor maritim/kelautan itu dimulai dari pra-penempatan. Pemeritah harus membenahi tata kelola tentang perekrutan ABK," kata Bambang.

Dari mulai peraturan, perizinan, hingga sertifikasi profesi serta standar gaji internasional, kata Bambang, mutlak harus dilakukan instansi pemerintah berwenang. Menurutnya, sejak 2012, sebanyak 203 ABK Indonesia diperbudak di kapal asing. Gaji para ABK itu selama 2-3 tahun bekerja tak dibayar. (pit/agk)
TOPIK TERKAIT
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER