Jakarta, CNN Indonesia -- Putra Bungsu Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra menulis status soal putusan perkara perdata mengenai Yayasan beasiswa Supermar dalam akun Facebooknya. Pria yang akrab disapa Tommy ini mempertanyakan mengapa keluarganya kembali diusik saat ini.
"Ternyata tuntut warisan,
hemm, bagaimana dengan warisan Orde Lama tentang paham yang salah? Tentang tanda tangan kontrak dengan pemerintah AS?" kata Tommy.
(Simak FOKUS: Ungkit Kembali Perkara Soeharto)Ia mengingatkan, keluarga Soeharto sama sekali tidak pernah mengungkit masalah rezim sebelumnya (Soekarno). Ia malah heran jika orang yang mendukung rezim Orde Lama mengembuskan konflik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa mungkin bisa tenar hanya dari konflik saja, tanpa konflik tidak akan dipandang masyarakat, kalau begitu sungguh Ironis hidup Anda," katanya.
(Baca juga: Keluarga Soeharto Belum Tahu Harus Bayar Rp 4,4 Triliun)
Tommy juga menyebut, program beasiswa Supersemar diadakan untuk membiayai pendidikan putra putri tanah Air, bukan membiayai komunis. "Apa itu yang membuat keberatan? katanya.
Ia mengingatkan, Soeharto berkuasa kurang selama 32 tahun tapi tak pernah mendaulat dirinya sebagai Presiden seumur hidup. Tidak seperti Presiden Soekarno yang pernah mendaulat dirinya sebagai presiden seumur hidup.
"Lalu demokrasi macam apa yang selama ini didengungkan, apa demokrasi yang selalu di sesuaikan dengan kepentingan asing atau dengan kepentingan ketenaran diri sendiri," kata Tommy.
Sebelumnya Mahkamah Agung mengoreksi putusan soal kasus penyelewengan dana Supersemar, dana yang dikelola kelurga cendana. Perbaikan keputusan ini membuat keluarga Soeharto harus membayar ganti rugi sebesar Rp 4,4 triliun.
(Baca juga: Keluarga Soeharto Diminta Bayar Ganti Rugi Rp 4,4 Triliun)Sebagaimana dikutip dari Detik.com, kasus bermula pada 9 Juli 2007 saat Kejaksaan Agung mencium tindakan Yayasan Supersemar yang memberikan pinjaman atau penyertaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
Kejaksaan menilai tindakan Yayasan merupakan perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Gugatan pun dilayangkan atas Soeharto, Pembina Yayasan Supersemar dan Yayasan Supersemar sebagai badan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Melalui gugatan tersebut, Soeharto dan Yayasan dituduh menyalahgunakan uang Yayasan sebesar US$ 420 juta dan Rp 185 miliar plus ganti rugi imateril sebesar Rp 10 triliun.
Pengalihan dana Yayasan ke pihak lain tersebut dinilai telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976, yang mengatur tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyisihkan lima persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.
Pada 19 Februari 2009, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan Yayasan Supersemar harus membayar kerugian sebesar US$ 105.000.727,66 dan Rp 46.479.512.226, 187. MA lalu menyebutkan terdapat salah ketik putusan kasasi Pemerintah Indonesia sehingga denda yang harus dibayar sebesar Rp 4,4 triliun.
(sur)