WAWANCARA KHUSUS

Zulkifli Hasan: Saya itu Jago Berdagang (5)

Hafizd Mukti & Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Sabtu, 12 Sep 2015 17:36 WIB
Zulkifli Hasan bercerita soal masa kecilnya dan apa yang membuatnya mencapai titik yang disebut tertinggi dalam hidupnya.
Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan menjawab pertanyaan usai menemui tim sukses dan pengurus PAN 2015-2020, Jakarta, Minggu (8/3). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mengaku dirinya bisa mencapai titik seperti sekarang ini, berkat ibunya. Melalui ajaran ibunya lah, Zulkifli yang anak kampung itu bisa menguasai ilmu perniagaan. Ilmu yang disebut Zulkifli apabila bisa dikuasai oleh seseorang, maka orang itu bisa hidup di mana saja.

Kepada dua jurnalis Helmi Firdaus dan Hafizd Mukti Ahmad dari CNN Indonesia, Zul blak-blakan. Bercerita mulai dari hidupnya yang dirintis dari sangat sederhana, hingga bicara soal awal cita-cita. Berikut wawancaranya:

Dulu bapak cita-citanya apa?
Jadi dokter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kenapa?
Dulu di kampung saya susah cari dokter. Saya di Lampung Selatan. Sulit sekali cari dokter.

Kenapa bisa “terjebak” di politik?
Habis itu, saya enggak diterima di fakultas kedokteran, Universitas Indonesia saya daftarnya. Nggak lolos. Terus kuliah bidang ekonomi, jadilah pengusaha. Begitu reformasi, ikut Pak Amien, masuk PAN.

Mengapa pilih jadi pengusaha?
Oh saya enggak mau kerja, saya maunya berusaha. Karena mulai orang tua saya kan wiraswasta. Saya mau menentukan hidup sendiri, enggak mau saya jadi pegawai disuruh-suruh orang. Jadi sekolah dulu saya berdagang, berusaha, ikut jejak Rasul.

Mulai berdagang kapan?
Oh mulai SD saya berdagang. Beli telur, bawa ke pasar, beli cengkeh bawa ke pasar.

Modalnya?
Pokoknya dari ibu saya. Ibu saya bikinin saya es balon, bawa ke pasar, jualan es balon. Bayarnya kalau nggak bisa dengan telor, cengkeh, kopi, terus kita bawa ke pasar, jadi duit. Lama-lama punya duit, beli ke rakyat kopi, cengkeh, bawa ke pasar. Karungan, ton-tonan. Bawa ke pasar.

SD itu sudah ton-tonan?
Lha iya. sudah sampai bilangan ton.

Waktu SMP?
SMP agak jauh, saya enggak dagang lagi. Saya kan waktu SD di Kalianda, tapi waktu SMP saya sudah di Bandar Lampung.

Waktu SMA dan kuliah?
Waktu SMA saya di Jakarta. Lulus SMA sudah berdagang, sambil kuliah. Jadi dagang sambil kuliah, bukan kuliah sambil dagang.

Waktu kuliah dagang apa?
Ya banyak lah, macam-macam.

Pelajaran pertama dari berdagang sejak kecil apa?
Enggak, ibu saya bilang, kamu harus bisa mandiri. Apalagi kamu anak tua. Jadi harus bisa mandiri, harus bisa berusaha. Maka diajarilah berniaga itu. Ternyata betul. Kita kalau sudah percaya diri, berusaha, berdagang itu timbul percaya diri kita bisa hidup di mana saja. Jadi kalau sudah punya ilmu niaga, saya percaya saya bisa hidup di mana saja. Mau hidup di Lampung, hidup di Jakarta, di mana saja saya bisa hidup. Di mana saja.

Termasuk hidup di dunia politik?
Waktu itu politik belum ada, baru setelah reformasi.

Masuk politik karena guru?
Ya tidak semuanya itu. Kan reformasi, waktu itu sudah maju, sudah jadi pengusaha saya. Keluarga, anak, sudah lebih dari cukup lah. Sekarang datang pengabdian. Oh ini ada reformasi, bolehlah berbakti untuk perbaikan negeri, masuk lah politik.

Banyak jago berniaga, makanya banyak orang bilang gaya politik PAN gaya perniagaan begitu?
Oh enggak lah.

Kalau hobi?
Lari saya. Main ping pong, tenis.

Kalau lari di mana?
Di mana saja, sebisanya. Nggak bisa di sini ya di stadion bola Senayan. Kalau waktu pendek, di bawah itu ada main ping pong. Kalau ada waktu lebih panjang lagi di perumaha DPR itu ada lapangan tenis.

Enggak ikut komunitas lari?
Enggak, buat saya saja. Kadang jam 10 pagi, kadang jam 1 siang, sedapatnya saja. Kalau lagi stress, olah raga, apalagi. Kalau lagi ada lawan ya karate. Kalau gampang lari deh. Kalau lagi stress, lari. Kan enak itu, basah badan.

Anda juga suka nongkrong sama anak-anak di lantai bawah, kenapa?
J: Saya ini suka kesepian kalau enggak ada teman. Kan enak kalau ada teman, bisa ngobrol, dengan siapa saja. Enak. Bayangin kalau sendirian. Enggak bisa, saya suka berteman. Kalau nanti mau sendirian ya nantilah malam, jam 1,2,3 bangun. Boleh itu sendirian. Kalau lagi melek ya lihat rakyatnya, lihat temen, dapat masukan, bukan menyendiri terus..

(hel/hel)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER