Jakarta, CNN Indonesia -- Rumah Sakit Awal Bros Bekasi digugat oleh orangtua dari bocah Falya (1,2 tahun) yang tewas setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit tersebut, pada awal November lalu. Falya awalnya divonis sakit dehidrasi ringan oleh pihak rumah sakit namun kondisinya memburuk setelah diberikan suntikan antibiotik hingga akhirnya meninggal dunia.
Ibrahim Blegur, orangtua Falya, mengatakan dirinya bersama kuasa hukum M. Ihsan yang juga merupakan satgas perlindungan anak telah mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Jumat pekan lalu untuk mengantarkan surat somasi kepada RS Awal Bros Bekasi.
"Hari Jumat lalu kami mendatangi KPAI untuk melaporkan pengaduan kasus dugaan malapraktik ini sekaligus memberikan somasi dengan tembusan kepada Polres, Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Kementerian Kesehatan, Kapolri, dan Badan Pengawasan Rumah Sakit," kata Ibrahim saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (8/11).
Ibrahim mengatakan, melalui somasi tersebut, pihaknya meminta agar RS Awal Bros memberikan keterangan dan klarifikasi secara tertulis mengenai kondisi dan penyebab kematian bocah Falya. Sebabnya, sejak kesadaran Falya menurun hingga tewas di ruang ICU, pihak keluarga mengaku tidak pernah diberikan keterangan sama sekali oleh pihak rumah sakit mengenai penyebab pasti kondisi sang bayi melemah hingga meninggal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami hanya dibebaskan biaya yang mencapai Rp38 juta. Namun tidak ada penjelasan sama sekali dari pihak rumah sakit tentang meninggalnya anak saya," kata Ibrahim.
M. Ihsan menjelaskan, somasi dilakukan karena kliennya menilai tidak ada itikad baik dari rumah sakit dalam memenuhi hak keluarga korban dan juga pasien.
"Karena itikad baik klien kami untuk menyelesaikan masalah ini dengan pihak Rumah Sakit Awal Bros, maka kami minta penjelasan tertulis penyebab kematian anak klien kami," kata Ihsan melalui pernyataan yang diterima CNN Indonesia.
Ihsan mengatakan, kliennya menuduh pihak rumah sakit telah melakukan kelalaian dengan memberikan respons yang lambat atas kejadian perubahan kondisi bocah Falya.
"Klien kami panik ketika mengetahui anaknya dalam kondisi kritis ditandai dengan badan bengkak, muka bengkak, perut buncit, bibir biru, jari digigit karena menahan rasa sakit tapi petugas dan dokter jaga hanya datang sebentar ke kamar pasien dan meninggalkannya lalu mengobrol-ngobrol santai di ruang jaga," kata Ihsan.
Oleh karena itu, Ihsan menilai kliennya tidak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi sesuai dengan poin c pasal 32 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
"Kami memberikan batas waktu kepada rumah sakit Awal Bros hingga Selasa ini. Jika masih tidak ada penjelasan juga, kami akan menggugat secara perdata dan pidana," ujarnya.
Kronologi KasusIbrahim menjelaskan, kronologi kasus Falya. Pada 28 Oktober, anaknya dirawat di RS Awal Bros karena mengalami muntah-muntah dengan vonis awal dehidrasi ringan. Pada pukul 13.00 WIB, Falya sudah bisa bermain dengan kakaknya dan menghabiskan makanannya. Bocah itu bahkan sudah bisa melompat-lompat di tempat tidur, kata Ibrahim.
Karena kondisi yang semakin membaik tersebut, dan setelah dokter menyarankan konsultasi ke poliklinik tanpa adanya pernyataan apapun, Ibrahim memutuskan bekerja untuk mencari biaya pengobatan rumah sakit keesokan harinya. Namun, ketika ia kembali ke rumah sakit pada sore hari, ia terkejut menemukan Falya sudah membiru, dan tubuhnya dingin.
"Perutnya membuncit dan badan bengkak-bengkak serta ada busa di pinggir mulut. Saya langsung memencet tombol emergency," kata Ibrahim.
Namun, meski sudah dipencet dua kali, petugas tidak juga datang sehingga Ibrahim memutuskan untuk datang ke ruang jaga. Di sana ada dokter jaga dan Ibrahim menceritakan kondisi anaknya.
Dokter jaga sempat datang membawa stetoskop lalu memeriksa sebentar dan kembali mengobrol dengan para perawat di ruang jaga. Sementara itu, Ibrahim melihat kondisi anaknya semakin memburuk.
"Saya heran mereka tidak melakukan apa-apa. Saat itu, saya lihat tubuh anak saya sudah mulai muncul bercak merah dan kehilangan kesadaran," ujarnya.
Dia lalu mengaku mendatangi ruang jaga dan menggebrak dokter tersebut untuk meminta disambungkan dengan dokter anak yang menangani Falya. Dia menjelaskan kondisi anaknya semakin kehilangan kesadaran dan barulah dokter jaga berserta perawat masuk ke kamar.
Setibanya di kamar, kata Ibrahim, dokter jaga dan perawat terkejut dan panik mengetahui kondisi Falya. Berbagai langkah dilakukan, ujar Ibrahim, termasuk memberikan oksigen dan menggunakan alat sensor jantung.
Falya juga diberikan obat sanmol namun kondisi tidak juga membaik. Akhirnya bocah tersebut dipindahkan ke ruang ICU namun akhirnya meninggal dunia.
(utd/utd)