Ancaman Perang Proxy di Indonesia Kepanjangan Kapitalisme

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Senin, 21 Des 2015 09:35 WIB
RI berada dalam ancaman perang proxy. Peringatan itu disampaikan antara lain oleh Panglima TNI. Jenderal Gatot memprediksi konflik dunia bergeser ke ekuator.
Indonesia menjadi target perebutan pihak-pihak asing karena sumber daya yang dimilikinya. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia berada dalam ancaman perang proxy. Peringatan itu disampaikan oleh banyak pihak, termasuk Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Gatot memprediksi konflik negara-negara akan bergeser dari kawasan Timur Tengah ke ekuator, termasuk Indonesia yang berada di jantung khatulistiwa.
Perang proxy merupakan pertarungan antarnegara melalui kaki tangan. Dalam perang ini, negara-negara tak berhadap-hadapan secara langsung. Perang ini memanfaatkan perselisihan eksternal atau pihak ketiga untuk menyerang kepentingan dan kepemilikan teritorial negara.

Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dony Lumingas menyatakan perang proxy merupakan perpanjangan tangan dari kapitalisme –penjarahan oleh negara-negara yang haus kekayaan alam.

"Kapitalisme tidak pernah mati. Dia hanya bermetamorfosis pada setiap waktu dan kesempatan. Perang proxy adalah cara lain untuk melanggengkan kapitalisme," ujar Dony di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dony, modus masuknya proxy selalu didahului oleh pengemukaan isu seperti globalisasi, terorisme, serta berbagai bentuk wacana ancaman krisis lainnya. Hal itu selanjutnya diperkuat dengan pembentukan pola pikir.

Kapitalisme, kata Dony, kerap meninabobokan masyarakat dengan ketersediaan fasilitas, namun tanpa pernah menjadikan masyarakat berperan sebagai pemiliknya.

"Dengan adanya serangan melalui pemikiran, proxy ini berperan melalui para elite pengambil kebijakan. Modus perang proxy bisa saja terjadi dalam bentuk intervensi pembuatan undang-undang dan regulasi," kata Dony.
Berkaca pada Tiongkok, Dony menilai Negeri Tirai Bambu itu punya pondasi kokoh dan hampir tak tergoyahkan ketika memutuskan untuk membuka diri terhadap masuknya investor asing. Sementara Indonesia dalam hal ini dinilai masih dibuat ribut mengotak-atik peraturannya sendiri ketika terlanjur diserbu investasi asing.

"Bukan berarti kita harus antiasing. Tapi seharusnya kita belajar dari Tiongkok. Internal dipersiapkan, regulasi dimantapkan, barulah kita membuka diri," kata Dony.

Motif dari perang proxy saat ini, ujar pakar militer Universitas Pertahanan Yono Reksodiprojo, menyasar ranah ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Menurut Yono, perang proxy sesungguhnya telah dipraktikkan kepada Indonesia sejak zaman penjajahan. Ia memberi contoh bagaimana kala itu Belanda memanfaatkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau KNIL sebagai proxy mereka. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER