Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung dilaporkan telah memblokir beberapa rekening bank milik Yayasan Supersemar sejak tiga pekan lalu. Namun, langkah Kejagung memblokir rekening milik Supersemar itu dinilai melanggar hukum.
Menurut Kuasa Hukum Yayasan Supersemar Denny Kailimang, Kejagung tidak memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran atas rekening-rekening yayasan tersebut.
Pemblokiran atau pengambilalihan aset Supersemar hanya dapat dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang bertindak sebagai eksekutor pada perkara perdata yang melibatkan yayasan tersebut.
Denny pun berkata akan melayangkan somasi kepada Kejagung atas pemblokiran rekening Supersemar beberapa minggu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi mereka sudah minta eksekusi di pengadilan, tapi Kejaksaan dengan sendirinya menyalahgunakan kewenangan untuk melakukan pemblokiran rekening yang digunakan untuk beasiswa. Ini (pemblokiran) sangat mengganggu pelaksanaan pencairan beasiswa," ujar Denny kepada CNNIndonesia.com, Rabu (6/1).
Denny memandang Kejagung telah melampaui wewenang yang diberikan Presiden Joko Widodo dalam mengawal perkara perdata Supersemar.
Pada Oktober lalu, Jokowi telah mengirim Surat Kuasa Khusus untuk Jaksa Agung yang mengizinkan pengajuan permohonan eksekusi perkara Supersemar kepada PN Jakarta Selatan.
PN Jakarta Selatan pun memanggil perwakilan pengurus Supersemar untuk hadir dalam sidang aanmaning sebelum eksekusi perkara dilakukan.
Panggilan sudah dilayangkan dua kali oleh PN Jakarta Selatan kepada pengurus Supersemar. Namun, perwakilan pengurus atau kuasa hukum tak juga hadir dalam dua panggilan tersebut.
Menurut Denny, eksekusi perkara Supersemar seharusnya hanya dapat dilakukan oleh PN Jakarta Selatan.
"Saya harap Kejaksaan mencabut itu. Surat kuasa tidak mengatur Kejaksaan untuk memblokir. Ini sudah tidak benar," katanya.
Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan tujuh perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.
Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan, Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta. Yayasan Supersemar juga tercatat pernah memberi dana sebesar Rp13 miliar kepada PT Sempati Air, sebuah maskapai yang kini sudah bangkrut.
Selain itu, Supersemar sempat menyalurkan dana sebanyak Rp150 miliar ke PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti.
Masih dalam putusan yang sama, MA mencatat Yayasan Supersemar pernah memberi dana Rp12 miliar kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.
Terakhir, MA menyebut Yayasan Supersemar bersalah karena pernah memberi uang sejumlah Rp10 miliar ke Kelompok Usaha Kosgoro pada akhir 1993.
Atas semua itu, Yayasan Supersemar divonis bersalah oleh PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan itu dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tingkat banding pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA.
MA menerima sebagian permohonan pemerintah, namun jumlah nominal denda yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun lebih pada tahun ini.
(utd)