Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Majelis Partai Golkar tentang pembentukan Tim Transisi dalam rangka penyelamatan Partai Golkar harus diterima dan didukung penuh oleh semua pihak. Apalagi Tim Transisi dipimpin langsung oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang merupakan mantan Ketua Umum Partai Golkar. Selain itu juga diperkuat dengan posisi mantan Presiden RI Ke-3 BJ Habibie sebagai Ketua Penasehat Tim Transisi serta didukung oleh jajaran anggota yang merupakan para senior Partai Golkar.
“Kebutuhan Munas Bersama yang dipersiapkan oleh Tim Transisi menjadi suatu keharusan dalam menyelamatkan Partai Golkar dari kehancuran. Aburizal Bakrie (Ical) dan kroninya harus sadar akan hal itu,” kata inisiator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Sirajuddin Abdul Wahab kepada CNN Indonesia.com, Selasa (19/1).
Ketua Umum Barisan Muda Kosgoro 1957 itu menilai Partai Golkar di bawah kepimpinan Ical selama lima tahun terakhir, mengalami banyak kegagalan. Sirajuddin membeberkan janji membangun Gedung Golkar sampai hari ini tidak terwujud, dana abadi Rp 1 triliun untuk Partai Golkar tak kunjung ada, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 gagal mencapai target.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ical sendiri pun gagal mengusung dirinya sendiri menjadi calon presiden pada pilpres lalu,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu.
Semua janji target dan capaian Partai Golkar, lanjut Sirajuddin, hanya isapan jempol belaka. “Diperparah lagi dengan hasil Pilkada serentak tahun 2015, Golkar mengalami kekalahan terparah dalam sejarah Pilkada langsung,” tuturnya.
Sirajuddin mengingatkan Ical harus sadar dan tahu diri bahwa saat ini Partai Golkar telah hancur berantakan, kader-kader Partai Golkar terpecah belah, satu sama lain saling curiga dan bermusuhan.
“Apalagi yang harus dipertahankan dari semua itu, justru saya bertanya, apa kontribusi terbesar Aburizal Bakrie selama memimpin Partai Golkar? Justru Partai Golkar gagal dan yang tersisa hanya janji-janji saja,” kata dia.
Menurut Sirajuddin hal teersebut bukan soal kuat-kuatan antara Ical dan Jusuf Kalla, namun substansinya adalah bagaimana Partai Golkar harus diselamatkan dari kehancuran dan Partai Golkar harus bisa beradaptasi dengan kondisi kekinian. “Ical hanya melihat Partai Golkar pada sisi struktural dan prosedural semata, sisi lain dia menafikan fakta sosial saat ini tentang Partai Golkar yang tercerai berai,” ujarnya.
Dia menambahkan Generasi Muda Partai Golkar menganggap Ical bukanlah masa kini dan masa depan bagi Partai Golkar. “Saatnya Partai Golkar berubah, Munas 2016 menjadi pintu masuk untuk membawa pembaruan bagi Partai Golkar ke arah yang lebih baik ke depan,” tutur Sirajuddin.
(obs)