Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo memunculkan wacana tentang revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. Para pimpinan lembaga negara menyambut baik gagasan tersebut.
Dalam rapat konsultasi di Istana Kepresidenan, Jokowi membahas enam isu pokok bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua Komisi Yudisial sementara Maradaman Harahap, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis.
Keenam isu pokok tersebut antara lain masalah pencegahan terorisme, permasalahan yang berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), masalah pilkada serentak, masalah penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu, masalah amnesti untuk gerakan politik di Aceh dan Papua, serta masalah haluan negara untuk pembangunan jangka panjang.
"Alhamdulillah semua pimpinan lembaga negara menyambut baik keenam hal tersebut. Kita semua berkomitmen untuk mencari penyelesaian bersama-sama dalam waktu yang secepat-cepatnya," ujar Jokowi dalam konferensi pers setelah pertemuan di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (19/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi mengatakan, ia bersama para pimpinan lembaga negara tersebut baru membicarakan persoalan tersebut dalam tahap awal. Ia mengaku berencana untuk menggelar pertemuan selanjutnya untuk memutuskan kebijakan terkait keenam persoalan tersebut, termasuk tindakan preventif untuk tindakan terorisme.
"Termasuk salah satunya itu. Tadi poin-poinnya sudah dirangkum semuanya, tetapi akan diolah di lembaga-lembaga negara terkait dengan itu, sehingga nanti betul-betul detail, tidak ada yang tercecer satupun," katanya.
Kala membuka pertemuan, Jokowi mengajak para undangan untuk mengkaji lagi apakah payung hukum antiterorisme, yang berupa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, sudah cukup memadai dalam melakukan pencegahan aksi terorisme atau memang perlu direvisi. Menurutnya, perubahan yang sangat cepat terjadi pada ideologi terorisme.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung sebelumnya juga menjelaskan, wacana tersebut muncul dari pengalaman terjadinya teror pengeboman dan penembakan di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.
Ia bercerita, sebenarnya sejak November 2015 lalu aparat keamanan telah mendeteksi adanya aktivitas di luar kewajaran yang berkaitan dengan tindakan teror. Namun, ucapnya, UU Nomor 15 Tahun 2003, sebagai bagian dari persetujuan Perppu Nomor 1 Tahun 2002, itu menyebutkan bagian-bagian yang tidak mendukung pemerintah untuk bisa melakukan tindakan.
"Sebagai contoh adalah diketahui latihan simulasi rancangan untuk membuat bom dan simulasi itu menggunakan bahan dari kayu. Ketika itu sebagai alat bukti, ternyata tidak bisa, karena Undang-Undang tidak memungkinkan preventif untuk itu," ujar pria yang akrab disapa Pram itu.
(utd)