Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi hukum menilai pengusiran warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Bangka, merupakan tindakan kriminal. Anggota Komisi Hukum DPR Raden Muhammad Syafi'i menyatakan intimidasi terhadap warga Ahmadiyah melanggar hukum dan tidak dibenarkan sama sekali.
Raden sangat menyesalkan terjadinya segala bentuk intimidasi yang dialami warga Ahmadiyah di Srimenanti, Sungailiat, Bangka. “Harus dipisahkan antara keyakinan dengan hak-hak sipil sebagai warga negara,” kata Raden kepada CNN Indonesia.com, Sabtu (6/2).
Jadi, ujar dia, jangan karena keyakinan orang lain dianggap salah lantas diusir atau diteror. “Tugas pemerintah untuk melindungi segenap anak bangsa,” kata Raden yang baru dipindah ke Komisi III dari sebelumnya Komisi VIII yang membidangi agama dan sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politikus Partai Gerindra ini mempertanyakan apakah dengan pengusiran lantas dapat menyadarkan pihak yang dinilai keliru dalam berkeyakinan. “Apakah caranya seperti itu. Tidak bisa. Jangan seenaknya main usir warga negara sendiri,” ujarnya.
Bahkan, kata Raden, orang komunis pun wajib dilindungi hak-hak sipilnya sebagai warga negara. “Orang komunis juga tidak bisa diusir dari Indonesia. Yang dilarang itu paham komunis, penyebaran pahamnya yang dilarang, bukab orangnya yang diusir,” tutur dia.
“Kalau mau mengusir itu orang-orang asing yang mengeruk kekayaan alam Indonesia dan orang-orang yang menyebarkan narkoba di Indonesia,” tambah dia.
Raden menyatakan Kementerian Agama selama ini seperti tidak mempunyai andil dalam membina masyarakat. “Apa peran Kemenag dan Kanwil Kemenag selama ini dalam membina umat,” ucap Raden. “Harusnya mereka berperan menyadarkan masyarakat kalau ada yang keliru,” tambah Raden.
Menurut Raden pihak Kemenag selama ini hanya sibuk mengurusi masalah haji yang menyangkut persoalan uang yang besar. “Pembinaan terhadap masyarakat dan umat di masjid-masjid selama ini bagaimana, ada atau tidak,” katanya.
Dia juga mempertanyakan keterlibatan tentara yang disebut-sebut oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ada peran dalam pengusiran jemaat Ahmadiyah di Bangka.
Sebelumnya Wakil Ketua Badan Pengurus YLBHI Gatot Rianto menyebut ada peran tentara dalam pengusiran tersebut. Menurutnya, Komandan Distrik Militer (Dandim) setempat proaktif mengingatkan jemaat Ahmadiyah untuk meninggalkan wilayah Bangka.
Dandim, kata Gatot, meminta agar jemaat Ahmadiyah menghentikan kegiatannya di Bangka dan mengevakuasi diri ke tempat yang telah disediakan, yaitu di sebuah lahan pertanian. Padahal sebagai aparatur negara, tak semestinya TNI melakukan hal seperti itu.
Raden menyatakan bahwa kalau memang keberadaan warga Ahmadiyah di daerah itu dianggap mengganggu ketertiban masyakarat setempat maka yang mengurus masalah tersebut seharusnya polisi terlebih dahulu.
Sebelumnya YLBHI juga meminta kepada Presiden Joko Widodo mengambil tindakan tegas kepada Bupati Bangka Tarmizi H Saat atas pegusiran yang dilakukan terhadap warga Ahmadiyah. Kepala Bidang Isu Kelompok Minoritas dan Rentan LBH Jakarta, Pratiwi Febry mengatakan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia cabang Bangka resmi berdiri pada 1989. Sejak itu anggota JAI tidak pernah menimbulkan konflik di tengah masyarakat. JAI Bangka bahkan dipimpin oleh penduduk asli setempat.
Namun Tarmizi Saat mengatakan pihaknya tidak mengusir anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia dari daerahnya. Yang terjadi, kata dia, adalah desakan dari masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan jemaat tersebut. "Kami tidak pernah mengusir. Mengusir itu untuk binatang, ini kan masyarakat,” kata Tarmizi saat dihubungi CNNIndonesia.com dari Jakarta, Sabtu (6/2).
(obs)