Jakarta, CNN Indonesia -- Semangat kebersamaan dan gotong royong merupakan kunci sukses PDI Perjuangan saat mengusung Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama pada Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu.
Hal tersebut dikatakan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menceritakan pengalamannya ketika menghadiri rapat konsolidasi pemenangan pilkada di DPP PDIP saat masih di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Anas, sapaan Abdullah Azwar Anas, mengatakan dalam rapat konsolidasi itu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selalu wanti-wanti soal pentingnya gotong-royong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bu Mega memimpin sendiri konsolidasi di kantor Lenteng Agung. Setiap kepala daerah yang diusung PDIP dan para tokoh lain bergotong-royong. Saya ingat ada Pak Teras Narang (semasa masih Gubernur Kalteng), Pak Rano Karno (kini Gubernur Banten), dan banyak lagi," ujar Azwar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/3).
Azwar menyatakan semangat gotong-royong itu dipraktikkan dirinya dengan mengampanyekan duet yang dikenal dengan sebutan Jokowi-Ahok itu ke masyarakat Banyuwangi di Jakarta.
"Saya pun kala itu ikut bergotong-royong antara lain dengan mengomunikasikan program-program Jokowi-Ahok ke kalangan Ikawangi (Ikatan Keluarga Banyuwangi) Jakarta. Perkumpulan warga Banyuwangi yang merantau di ibu kota, jumlahnya belasan ribu, serta ke jaringan organisasi," urai Anas.
Anas lalu memaparkan bagaimana PDIP yang mengusungnya saat pilkada 2015 menyediakan kader-kader sebagai saksi. Padahal, salah satu komponen termahal di pilkada adalah membayar saksi. Namun, Anas yang menang mutlak pada Pilkada Banyuwangi 2015 lalu justru tak keluar uang untuk saksi. PDIP menggembleng kader-kadernya secara mandiri sebagai saksi, ucapnya.
Kader-kader PDIP bahkan ikut membantu mensosialisasikan visi, misi dan program kerja Anas saat kampanye pilkada. "Para kader bersinergi dengan banyak elemen masyarakat lainnya ikut mengomunikasikan ke publik luas, bahkan sampai 'door to door'," ujarnya.
Selain itu, hal lain yang membuat pencalonannya di pilkada lebih murah karena alat peraga kampanye dibiayai oleh KPU. Bahkan KPU membiayai iklan-iklan di media sehingga biaya ikut pilkada bisa menjadi lebih murah.
Menurut Anas, sesuai pengalaman ada tiga hal yang membuat pencalonannya dalam dua kali pilkada bisa murah, yakni tidak ada mahar di partai, kerja gotong-royong para kader, dan aturan KPU yang memfasilitasi terciptanya iklim kompetisi politik yang baik dengan terpenuhinya kebutuhan alat peraga kampanye.
"Dengan adanya tiga hal tersebut, maka kerja-kerja politik menjadi lebih nyaman untuk dijalani," ujar dia.
(antara/obs)