Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Terpilih Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih menyampaikan, pemeriksaan bebas narkotik calon kepala daerah yang maju dalam pilkada sebenarnya memiliki kriteria yang berbeda dengan pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani.
Daeng mengatakan, IDI dan Komisi Pemilihan Umum telah lama melakukan pemeriksaan pejabat negara. Ia menjelaskan, dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang disepakati kedua institusi tertulis bahwa panduan teknis pemeriksaan kesehatan calon presiden dan wakil presiden sudah ada.
"Namun, pemeriksaan calon presiden dan wakilnya dilakukan bukan untuk mencari sakit, melainkan kriteria kondisi kesehatan yang memungkinkan disabilitas, artinya kondisi kesehatan yang berpotensi menghambat seseorang menjalankan tugas negara," ujar Daeng di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Senin (21/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk pilkada, imbuhnya, IDI telah berbicara dengan KPU mengenai panduan teknis, namun karena waktu yang mendesak, petunjuk teknis tersebut belum sempat ditandatangani oleh KPU Pusat.
"Karena belum ditandatangani, maka kami sahkan di masing-masing IDI cabang," kata Daeng.
Daeng bercerita, dalam pelaksanaannya saat pilkada, IDI menerapkan bermacam-macam kerjasama dengan rumah sakit di masing-masing daerah. Ada yang kerjasama pemeriksaan medis dengan IDI secara langsung dengan rumah sakit yang memenuhi kriteria dan ada pula rumah sakit yang meminta IDI untuk bekerjasama dengan mengawal standar pelaksaan pemeriksaan medis saja.
"Termasuk yang di Sumatra Selatan, itu (kami bekerjasama) dengan rumah sakit, IDI hanya mengawal standarnya. Kami hanya memberikan arahan kepada ikatan dokter," ujarnya.
Daeng memaparkan, sebenarnya pemeriksaan bebas narkotik merupakan item tersendiri di peraturan KPU. Oleh karena itu, tuturnya, pada saat pilpres lalu pemeriksaan narkotik dilakukan di tahapan lain yang tidak bersamaan dengan pemeriksaan kesehatan. Ia menyebutkan, dalam tahapan ini KPU tidak bekerjasama dengan IDI.
"Sebenarnya di kami waktu pilpres itu pemeriksaan (bebas narkotik) itu tersendiri, bukan kerjasama dengan IDI. Kami di lapangan kemarin, di pilkada, jadi satu itemnya, pemeriksaan jasman-rohani dan narkoba, jadi satu tahapan, (padahal) semestinya dua item," katanya.
Ia melanjutkan, "Sekarang tergantung kita apakah dijadikan satu atau tidak, karena kriterianya jelas berbeda. Di kami kriteria disabilitas, apakah yang bersangkutan memiliki kendala yang bisa menghambat dalam mengerjakan tugas sebagai kepala daerah. Kalau kriteria pemeriksaan narkotik itu sederhana, positif atau negatif."
Daeng menuturkan, pemeriksaan bebas narkotik dan jasmani-rohani yang dilakukan secara satu paket biasanya bergantung dari hasil tes urine. Ia setuju bahwa metode pemeriksaan dengan urine dan darah memiliki beberapa kelemahan. "Karena kalau tidak pakai (narkotik) seminggu atau dua minggu, maka itu tidak akan terindikasi. On and off, itu lemahnya," ujarnya.
(pit)