Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota tim riset Masyarakat Air Indonesia, Fatchy Muhammad, bersikap kritis atas persoalan krisis air di DKI Jakarta. Pakar air lulusan Intitut Teknologi Bandung ini memberikan solusi mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan air hujan untuk mengisi minimnya air tanah. Secara khusus dia menolak proyek pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall) yang memakan biaya sekitar Rp560 triliun.
Berikut wawancara Fatchy dengan Gilang Fauzi dari CNNIndonesia.com.
Apakah bisa menghentikan penggunaan air tanah?Itu hanya masuk akal untuk para pelaku bisnis. Tapi tidak masuk akal bagi masyarakat umum. Persoalannya, permukaan air tanah semakin turun karena pengambilan air lebih besar dari pengisian, sehingga solusinya adalah bagaimana mencoba mengisi kembali air tanah itu dengan air hujan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua orang tahu di seluruh Indonesia ini curah hujannya cukup, paling kecil itu seribu milimeter, atau seribu liter per meter persegi pertahun, sampai ada yang kalau di gunung-gunung itu 4 ribuan. Jadi rata-rata sekitar 2,6 ribu liter per meter persegi per tahun.
Saya lebih cenderung mengatakan permukaan air laut yang naik. Buktinya terjadi seperti yang dialami Venesia, Italia. |
Nah yang bermasalah adalah konsep dari zaman Belanda hingga sekarang adalah pola membuang air hujan secepatnya ke laut. Saat terjadi banjir, ditangani dengan pembuatan tanggul, pemompaan, atau menormalisasi sungai.
Jadi artinya air bersih selama ini dibuang ke laut. Sungguh aneh. Kenapa air septic tank yang kotor dimasukkan ke dalam tanah, sementara air bersih malah dibuang ke laut. Coba berpikir dengan logika yang benar.
Apakah penurunan permukaan tanah disebabkan oleh penggunaan air tanah yang tidak bisa dikendalikan? Tidak sepenuhnya benar. Bicara air tanah itu terbagi dua, air tanah bebas dan air tanah tertekan. Setiap pengambilan air tanah bebas atau air tanah tertekan, pada saat pompa berjalan memang permukaan air tanah turun. Tapi itu hanya sesaat.
Setelah pompa berhenti dia akan kembali. Kalau pun itu terjadi penurunan, itu lebih banyak disebabkan oleh faktor kompaksi, di lapisan-lapisan aluvial yang muda, lempung, itu terjadi kompaksi. Jadi penurunan secara alami. Kalau ada penekanan dia pasti akan turun.
Tapi untuk lapisan pasir yang ada di kedalaman 30-60 meter itu hampir tidak ada. Itu tetap. Bisa dibilang 0,0 sekian (persen) lah. Coba kita bertanya ulang: permukaan tanah yang turun atau permukaan air laut yang naik?
Saya lebih cenderung mengatakan permukaan air laut yang naik. Buktinya terjadi seperti yang dialami Venesia, Italia. Bagaimana membuktikan air laut itu naik? Menurut saya, jumlah air di bumi itu tetap sama. Saat ini sumber air seperti di danau, rawa-rawa itu diurug. Pohon-pohon pun tidak ada. Sehingga semua air pindah ke laut.
Jika ada yang mengatakan tahun 2050 pinggir pantai utara Jakarta bergeser hingga ke Monas apakah itu sesuatu yang masuk akal? Kalau permukaan air lautnya naik terus, bisa saja. Nah, air laut ini ketika panas berubah menjadi awan, awannya turun di darat. Di darat ini kita punya dua pilihan, mau dibuang lagi ke laut atau diresapkan ke dalam tanah. Kalau semuanya melakukan hal yang sama, meresapkan air ke dalam tanah, bisa gak air laut jadi naik? enggak.
Jadi bapak sepakat, jika penggunaan air tanah dibiarkan tidak terkontrol tanpa mengisi kembali ketersediaan air, pinggir pantai Jakarta tahun 2050 bisa bergeser ke Monas? Ya, bisa terjadi. Tapi yang saya katakan, solusinya harusnya apa, jangan malah bikin DAM.
Apakah pembangunan giant sea wall itu bisa menjadi solusi?Tidak. Giant sea wall itu, sama saja kita melawan alam. Berapapun tinggi giant sea wall yang akan dibuat itu tak akan mengatasi masalah bila pencegahan terhadap penyakitnya tidak bisa diselesaikan.
Akar masalahnya kita tahu, permukaan air laut naik. Kenapa permukaan air lautnya naik, salah satunya karena air tanahnya pindah menjadi ke laut. Indikatornya permukaan air tanahnya turun terus.
Solusinya bukan membuat tanggul raksasa, tapi bagaimana menyimpan air dan mengembalikannya ke dalam tanah, karena persoalannya air tanahnya yang kosong. Giant sea wall tidak menyelesaikan masalah. Kalau pola itu yang terus dianggap sebagai solusi yang benar, ketika permukaan air laut naik, tanggul akan terus ditambah semakin tinggi. Akan berbahaya bila jebol.
Solusi khusus untuk Jakarta Utara? Air hujan itu ditampung. Itu sudah cukup untuk minum dan makan. Mandi menggunakan air payau kan tidak ada masalah. Di Kalimantan diterapkan itu, jadi air hujan ditampung dalam wadah. Intinya tidak membuang air hujan dari rumah halaman mereka.
Lalu bagaimana cara agar permukaan tanah bisa kembali terangkat? Apakah ada cara yang memungkinkan?Tidak. Kalau terangkat kembali tidak. Secara natural itu tidak bisa. Kalau tanah sudah turun, untuk diangkat kembalinya ya harus diurug.
Artinya penurunan permukaan tanah tidak bisa dihindari?Penurunan permukaan tanah akan berhenti setelah tanah itu padat. Jadi kalau pemerintah punya data tahun 2050 sekitar 32 persen wilayah Jakarta akan terendam air laut itu tidak bisa dihindari juga?
Kita bicara soal konsep dulu. Permukaan air laut akan naik terus apabila air tanahnya terus dibuang ke laut. Tapi kalau sekarang air tanah itu kita isi, air lautnya tidak akan naik.
Jadi seharusnya konsentrasi bukan pada penurunan permukaan tanah tapi bagaimana mencegah agar permukaan air laut itu tidak naik. Solusinya yakni memasukkan air hujan ke dalam tanah kembali. Jadi harus mengubah paradigma berpikir.
Apa yang akan terjadi jika giant sea wall ini tetap didirikan?Utang kita akan bertambah besar.
(yul/sip)