Jakarta, CNN Indonesia -- Marlina duduk bersandar di kusen yang tak ada lagi pintunya. Wajahnya lusuh. Matanya berkaca-kaca. Betisnya lecet dan meninggalkan memar berwana merah. Lumpur kering menempel di kakinya.
Perempuan 38 tahun itu penduduk asli yang tinggal di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Rumahnya ikut digusur bersama 569 bangunan lain. Sebanyak 396 kepala keluarga direlokasi ke rumah susun.
"Saya tadi ditarik sama petugas waktu baca zikir sama ibu-ibu yang lain. Saya digeret-geret. Sampai kaki saya lecet," kata Marlina, Senin (11/4) mengenang peristiwa bentrokan yang dialaminya dengan aparat keamanan.
Marlina masih terbayang kejadian pagi tadi. Matahari belum tinggi saat ratusan anggota Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian, dan TNI merangsek masuk ke Jalan Pasar Ikan. Alat berat buldozer telah disiapkan di barisan belakang aparat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lima belas kepala keluarga yang menolak digusur berkumpul di gang kecil menuju Masjid Luar Batang. Mereka tak gentar mempertahankan tempat tinggalnya. Mereka berusaha bertahan, berhadap-hadapan dengan aparat keamanan. Dari barisan masyarakat, lantunan tahlil terdengar makin keras.
Tak hanya tahlil, sebongkah batu seukuran batako melayang ke tengah aparat. Kayu balok juga ikut dilempar kemudian.
"Jangan ada yang lempar-lempar. Kalau ada yang melempar, tangkap!" seru Kepala Polsek Penjaringan AKBP Ruddi Setiawan menggunakan pengeras suara.
Beberapa anggota masyarakat diseret paksa menjauhi kerumunan. Mereka diangkut menggunakan bus sekolah ke dinas sosial. Marlina juga ikut diamankan. Dia dianggap memprovokasi warga. Marlina digotong keluar menjauhi bentrokan, namun kemudian pingsan.
Marlina sempat dibawa menuju Rumah Sakit Atma Jaya untuk mendapat pertolongan. Namun ditolak karena tak ada yang mampu membayar biaya pengobatan.
Petugas kemudian berniat mengantarnya ke Puskesmas terdekat. Marlina yang sudah sadar menolak diantar ke tempat tujuan. Dia memaksa petugas menurunkannya di tengah perjalanan. Tapi petugas tak berani memenuhi permintaannya, takut menyalahi prosedur.
"Bilang saja saya kabur," kata Marlina saat meminta turun di tengah jalan. Petugas membekali obat maag. Padahal dia tidak sakit lambung.
Marlina yang tinggal di kawasan Pasar Ikan RT 01/04 itu akhirnya lolos dan kembali ke rumahnya yang terkena gusur. Marlina langsung mencari keluarga untuk memastikan semuanya selamat. Lelah yang menghinggapi tubuh Marlina tak lagi dirasa.
"Biarlah badan saya hancur, yang penting keluarga saya kumpul," ujarnya.
Selama ini Marlina tinggal bersama delapan anggota keluarga. Tiga di antaranya, kata Marlina, adalah anak yatim piatu yang diasuh sejak kecil. Di rumah dua lantai seluas 5x9 meter itu tersedia lima kamar di dalamnya.
Keluarga Marlina tak mendapat ganti rugi penggusuran. Dia mengatakan, rumah susun hanya disediakan bagi warga yang mengontrak. Sementara keluarganya memiliki sertifikat akta jual beli rumah yang sah. Namun tak mendapat ganti rugi.
Wakil Walikota Jakarta Utara Wahyu Haryadi membantah pernyataan Marlina. Dia menjamin, semua warga menempati rusun asalkan memiliki kartu tanda penduduk DKI Jakarta dan punya dokumen bangunan yang sah.
"Yang rumah sendiri semua dapat, yang mengontrak tidak. Pasti dapat, pokoknya dia memiliki bangunan sendiri di sini, KTP DKI, pasti dapat," ujarnya.
Marlina menolak pemberian rumah susun. Alasannya, rusun yang hanya memiliki dua kamar tak cukup disinggahi keluarga delapan orang.
Marlina dan keluarganya memilih bertahan. Dia pun tak tahu di mana akan tidur malam nanti. Bikin tenda atau di emperan, mungkin jadi pilihannya. Hingga mereka memiliki tempat tinggal yang layak.
"Siapa yang enggak sakit hati berpuluh-puluh tahun tinggal di rumah sendiri lalu diusir," Marlina geram.
Janji Jokowi-AhokDia mengatakan, selama ini Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak pernah datang ke lokasi sebelum penggusuran. Marlina berang dengan sikap Gubernurnya. "Ahok mungkin enggak dilahirkan dari rahim ibu," ketusnya.
Marlina masih ingat empat tahun lalu menjelang pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Joko Widodo menang telak di kampungnya. Janji manis kala itu mampu menyentuh hati masyarakat.
Dari dalam tas, Marlina merogoh selembar kertas. Dia menunjukkan lembaran yang berjudul kontrak politik Joko Widodo, calon gubernur DKI Jakarta 2012-2017, di mana Ahok menjadi wakilnya.
Marlina menyebut salah satu bunyi kontrak politik itu. "Pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota, meliputi pemukiman kumuh tidak digusur tapi ditata," ujar Marlina membaca sebagian isinya.
Ketika para tetangga lalu lalang mengangkut barang, di gang setapak rumahnya, Marlina nelangsa. "Ini kampung tertua di Jakarta, harus berakhir seperti ini," tandasnya.
(yul)