Jakarta, CNN Indonesia -- Sony Sandra alias Koko, pengusaha berusia 60 tahun di Kediri, Jawa Timur, akan dijatuhi vonis oleh majelis hakim Kamis pekan ini (19/5). Pengusaha yang disebut dekat dengan pejabat dan jadi penyumbang dana rutin tiap pilkada itu diduga memerkosa 58 anak.
Dari 58 anak yang diduga diperkosa olehnya, hanya 17 orang yang terdata lengkap, sedangkan sisanya tak tercatat lengkap karena orang tua mereka tak mau kasus dilanjutkan. Sementara dari 17 anak yang terdata lengkap itu, 12 di antaranya mundur dan hanya lima sisanya yang mengajukan tuntutan atas sang pengusaha.
Kasus paedofilia ini terungkap atas pengakuan salah satu korban berinisial AK. AK yang kini berusia 13 tahun mengatakan pertama kali diajak temannya, IG, menemui Koko saat ia masih duduk di kelas 6 SD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IG yang saat ini berusia 16 tahun merupakan salah satu korban Koko. AK yang ikut IG bertemu Koko kemudian diperintah meminum pil tiga kali.
"Diajak IG untuk bertemu Koko. Pas ketemu disuruh minum obat supaya tidak hamil. Di hotel dikasih pil lagi dua kali," ujar AK saat memberikan kesaksian di Hotel Alia Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/05).
AK saat itu hilang selama lima hari di kala ia mestinya mengikuti uji coba ujian nasional di sekolahnya. Ibu AK yang merupakan buruh cuci lalu mencari informasi atas hilangnya sang putri, dan melaporkan kasus itu ke Bintara Pembinaan dan Keamanan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) Kelurahan Jagalan serta Ketua RT 001/RW 001.
AK akhirnya ditemukan sang ibu di Simpang Lima Gumul Kabupaten Kediri dalam keadaan linglung akibat mengonsumsi obat dari Koko.
Juru Bicara Masyarakat Peduli Kediri, Ferdinand Hatahaean, mengatakan kasus-kasus paedofilia di daerahnya itu seperti ditutupi. Ia menuding ada perlakuan khusus yang diberikan Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian terhadap pelaku.
“Terdakwa dengan orang-orangnya punya kemampuan finansial hebat, disegani, dan ditakuti. Bahkan yang bersangkutan berkata, semua bisa saya beli, termasuk Jokowi bisa dibeli," ujar Ferdinand yang mendampingi AK.
Ia berkata, pelaku menawarkan uang Rp50 juta dan motor otomatis kepada para korban agar tidak bersaksi di pengadilan. Maka dari 17 korban yang sudah terdata oleh Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia cabang Kediri, hanya lima orang yang berani mengajukan tuntutan, sedangkan 12 lainnya kabur dengan satu di mereka melahirkan anak laki-laki.
Ferdinand pun mengkritik jaksa Pengadilan Negeri Kota Kediri yang menggunakan Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
UU itu telah lama dan mestinya saat ini, kata Ferdinand, pengadilan menggunakan aturan yang baru, yakni UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menyikapi kasus tersebut, Pembina Yayasan Kekuatan Cinta Indonesia, Bethania Eden, meminta pemerintah Kediri tidak menutupi apapun. Ia juga menyoroti kejanggalan dalam proses hukum, di mana pendampingan terhadap para korban di pengadilan tidak diizinkan.
"Kami melihat ada indikasi kasus ini dipermainkan oleh pihak jaksa dan hakim. Selain itu, pengadilan tidak ramah anak,” kata dia.
Bethania berharap pelaku kejahatan seksual terhadap anak dapat dijatuhi hukuman seberat-beratnya seperti hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, bahkan hukuman kebiri.
(agk)