Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mendeklarasikan bahwa Indonesia telah berhasil mengeliminasi tetanus maternal dan neonatal. Artinya, terdapat kurang dari 1 kasus tetanus neonatal pada setiap 1.000 kelahiran hidup di setiap kabupaten/kota di Indonesia. Hal itu disampaikan pihak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Badan-badan PBB terkait lainnya seperti Organisasi Dana PBB untuk Populasi (UNFPA) dan Dana Anak-anak PBB (UNICEF) menyatakan selamat kepada Pemerintah Indonesia atas keberhasilannya dalam memperkecil kesenjangan cakupan imuninasi, meski menghadapi berbagai tantangan dalam menyediakan layanan kesehatan di ribuan pulaunya.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nila Moeloek menuturkan, keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan sebenarnya menyulitkan kementeriannya dalam bekerja memberikan pelayanan kesehatan yang baik bagi seluruh masyarakat. Karenanya, ia merasa senang atas keberhasilan Indonesia dalam mengeliminasi tetanus pada ibu dan bayi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami senang dan lega karena kerja keras kita bersama telah membawa Indonesia mencapai eliminasi tetanus. Bahkan, di daerah yang sulit seperti di Papua dan Papua Barat, eliminasi tetanus dapat tercapai. Kita harus mempertahankan hal ini dengan tetap melakukan imunisasi antitetanus, terutama pada ibu hamil," ujar Nila seperti dikutip dalam siaran pers, Kamis (19/5).
Hal tersebut, menurut Nila, akan dapat tercapai apabila layanan kesehatan tersedia dengan kualitas baik di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, dalam beberapa tahun terakhir, seluruh provinsi di Indonesia dikelompokkan ke dalam empat region, tiga di antaranya telah berhasil melakukan eliminasi tetanus pada ibu dan bayi di bawah usia 28 hari (maternal and neonatal tetanus/MNT) di tahun 2010 dan 2011.
Hari ini, region ke-4 yang mencakup Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara telah bergabung, sehingga status eliminasi mencakup seluruh Indonesia. Dengan status eliminasi MNT di Indonesia, kawasan Asia Tenggara kini menjadi kawasan ke dua di dunia dimana MNT telah sepenuhnya dieliminasi.
Tetanus neonatal kerap disebut ‘silent killer’, karena penyakit ini menyebabkan banyak bayi baru lahir meninggal secara cepat dan menyakitkan di rumah. Selain itu, banyak kelahiran dan kematian yang disebabkan penyakit ini tidak resmi dilaporkan. Padahal, penyakit ini sangat dapat dicegah dengan memprioritaskan ketersediaan vaksinasi tetanus-toxoid (TT) yang tepat waktu dan pelayanan kelahiran yang higienis.
Pada 1988, tercatat 780 ribu kematian di seluruh dunia karena tetanus neonatal. Dengan berbagai kemajuan di tahun 2000, Indonesia masih menjadi satu dari 59 negara berisiko tinggi. Sejak tahun 1950-an, WHO telah berkomitmen memberi dukungan terhadap program imunisasi di Indonesia. Sedangkan dalam dekade terakhir ini, organisasi tersebut telah menyediakan dukungan teknis secara khusus di daerah-daerah berisiko tinggi untuk memastikan bahwa layanan imunisasi telah dilakukan secara efisien.
Wakil WHO untuk Indonesia, Jihane Tawilah, menyampaikan bahwa tercapainya status eliminasi merupakan gambaran dari situasi neonatal saat ini. Ia berpandangan, adanya tetanus neonatal merupakan pertanda kesenjangan kesehatan masyarakat dan imunisasi.
"MNT umumnya terjadi pada kelompok masyarakat dengan pendidikan dan kemampuan ekonomi terendah. Eliminasi MNT berarti bahwa Indonesia telah dapat menyediakan akses imunisasi lebih baik kepada populasinya," katanya.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia telah terus berupaya memberikan imunisasi tetanus kepada seluruh bayi di Indonesia sejak 1977, yang akhirnya memungkinkan tercapainya status eliminasi MNT ini.
Sejak 2006, UNICEF telah mendukung kampanye vaksinasi di 70 kabupaten berisiko tinggi di Indonesia dengan menyasar perempuan di usia reproduktif. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kekebalan terhadap tetanus pada perempuan di usia melahirkan di provinsi-provinsi berisiko tinggi. Imunisasi ini dapat melindungi bayi selama kehamilan sang ibu.
Tak hanya itu, organisasi ini juga menyediakan layanan lain dan melatih bidan agar bayi dilahirkan dengan prosedur yang higienis dan mencegah terjadinya tetanus neonatal. Wakil UNICEF untuk Indonesia, Gunilla Olsson, menuturkan, saat tetanus neonatal telah mencapai status eliminasi, berarti tetanus pada ibu juga tereliminasi.
"Selama ini kami memastikan bahwa perempuan di usia produktif mendapatkan imunisasi TT dan kemudian melahirkan atau mendapatkan layanan kelahiran yang higienis, tetanus neonatal tak lagi terjadi," katanya.
Bayi yang baru lahir dapat terinfeksi tetanus karena pertolongan atau layanan kelahiran yang tidak higienis, misalnya saat memotong tali pusar dengan alat potong yang tidak steril atau membalut lukanya dengan bahan-bahan yang terkontaminasi.
Jika spora masuk ke dalam tubuh bayi, infeksi menyebar, kemudian menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian dini yang menyakitkan bagi bayi. Ibu juga dapat terkena infeksi tetanus saat menjalani proses kelahiran yang tak aman atau layanan kelahiran tak higienis yang memungkinakan spora tetanus masuk ke dalam tubuhnya.
"Praktek pertolongan atau pelayanan kesehatan yang bersih dimungkinkan dengan bantuan bidan, atau pembantu proses kelahiran, yang terlatih pada proses kelahiran bagi seluruh ibu. Eliminasi MNT dipastikan melalui pemberian imunisasi. Bahwa Indonesia kini telah melakukan eliminasi MNT, adalah capaian besar melindungi seluruh perempuan di negara ini," ujar Wakil UNFPA untuk Indonesia, Annette Sachs Robertson.
Kementerian Kesehatan menyampaikan, keberhasilan validasi eliminasi adalah awal suatu era. Kini, seluruh upaya perlu dipusatkan pada upaya memastikan MNT adalah hal yang sangat tak mudah terjadi di Indonesia, terutama di wilayah di mana eliminasi telah tercapai melalui imunisasi TT tambahan.
Upaya kini perlu dipusatkan pada identifikasi daerah berisiko tinggi dan memprioritaskan daerah-derah tersebut dalam imunisasi rutin dan layanan antenatal (pra-kelahiran). Imunisasi tambahan berkala masih diperlukan di daerah berisiko tinggi di mana sistem kesehatan masih mengalami kesulitan dalam menyediakan akses kesehatan bagi sebagian besar kaum perempuan.
(pit)