Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menduga adanya praktek mafia tanah di DKI Jakarta yang beroperasi belasan tahun dan berhasil melakukan banyak penipuan. Mafia tanah ini diduga beroperasi dalam penjualan lahan milik Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan di kawasan Cengkareng dengan luas 4,6 hektar.
Akibatnya, tanah yang seharusnya milik pemerintah provinsi DKI dibeli oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan dari tangan seorang warga Bandung dengan harga Rp648 miliar pada November lalu.
"Ada penipuan dan penghilangan surat yang menyatakan (tanah) itu disewa dan bukan punya DKI," kata Basuki saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (27/6).
Menurut Ahok, saat ditanya ke pihak kelurahan mereka mengatakan bahwa tanah tersebut bukanlah milik DKI melainkan milik perseorangan. Hal tersebut janggal lantaran Dinas KPKP memiliki sertifikat kepemilikan tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itulah akhir pekan lalu Ahok mengundang Badan Pemeriksa Keuangan RI untuk meminta bantuan melakukan audit investigasi terkait pembelian lahan tersebut.
"Makanya saya minta (BPK) untuk telusuri ke mana uangnya, oknum lurah juga mungkin menerimanya," ujar Ahok.
Pada Kamis (23/6), Ahok bertemu dengan penanggung jawab pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RI I Nyoman Wara. Basuki alias Ahok meminta BPK menginvestigasi terkait pembelian lahan rusun dan pembelian alat berat tahun anggaran 2015.
Ahok melaporkan dugaan kasus transaksi tanah di Cengkareng yang diduga melibatkan peran notaris. Menurut Ahok ada bukti berupa catatan biaya sewa notaris hingga miliaran hanya untuk mengurusi pembelian lahan.
Tarif notaris dalam transaksi lahan yang rencananya akan dibangun rusun itu sekitar Rp 4 hingga 5 miliar.
Ahok mengungkapkan dirinya curiga bahwa ada oknum anak buahnya yang bermain dalam pembelian lahan tersebut dengan cara memalsukan dokumen.
Sementara itu Nyoman selaku perwakilan BPK enggan membocorkan lebih jauh terkait permintaan investigasi tersebut. Dia meminta pihak yang ingin mengetahui lebih jauh untuk datang ke BPK RI untuk mendapatkan datanya.
"Kami ke sini hanya untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan Laporan Hasil Pemeriksaan 2015 yang dikeluarkan BPK, kami akan perdalam," ujar Nyoman.
(yul)