Warga Kendeng Kritisi Pabrik Semen Dengan 'Lebaran Ketupat'

Damar Sinuko | CNN Indonesia
Minggu, 10 Jul 2016 11:48 WIB
Masyarakat sekitar pegunungan Kendeng di Rembang, Jawa Tengah menggelar tradisi Lebaran Ketupat namun dengan keprihatinan atas pendirian pabrik semen.
Prosesi tradisi Lebaran Ketupat "Kupatan Kendeng" yang dilakukan masyarakat pegunungan Kendeng di Rembang, Minggu (10/7) . (CNN Indonesia/Damar Sinuko)
Rembang, CNN Indonesia -- Sepekan setelah Lebaran, masyarakat sekitar pegunungan Kendeng di Rembang, Jawa Tengah menggelar tradisi Lebaran Ketupat. Tapi kali ini, tradisi tersebut dilakukan dengan keprihatinan seiring protes warga atas pendirian pabrik semen PT. Semen Indonesia, yang dianggap merusak alam pegunungan Kendeng.

Prosesi Lebaran Ketupat yang dinamai Kupatan Kendeng ini dimulai pada hari Sabtu (9/7) kemarin dengan prosesi Temon Banyu Beras pada sore hari. Temon Banyu Beras adalah ungkapan syukur akan karunia air dan panen yang diberikan Pegunungan Kendeng Utara kepada warga yang sebagian besar adalah petani.
Dengan menari dan melantunkan tembang tradisional, para ibu mengambil air dari Sumur Waru, sumur tertua di desa Tegaldowo yang airnya mengalir dari Pegunungan Kendeng, untuk dipertemukan dengan beras yang dipanen dari pegunungan yang sama.

Setelah didoakan, air dan beras diantar ke Tenda Perjuangan di Gunung Bokong untuk diolah menjadi ketupat. Pembuatan ketupat ini menjadi tanda dimulainya aktivitas yang sama di rumah-rumah penduduk untuk 'Kupatan Kendeng'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Minggu (10/7) pagi, ribuan ketupat yang telah masak disusun membentuk gunungan yang dibawa ke lapangan di desa Tegaldowo untuk didoakan dan dibawa kirab keliling desa. Sebelum dimulai doa, serangkaian pertunjukan kesenian ditampilkan di panggung untuk menghibur ratusan warga yang berkumpul mengikuti acara.

Panggung Kupatan Kendeng kali ini diisi oleh beberapa seniman dan musisi dari berbagai daerah, di antaranya Sisir Tanah, KePAL, Nyonyor Numpang Tenar dari Yogjakarta dan Bara dari Solo. Tak ketinggalan adalah penampil dari warga Kendeng sendiri, yakni Sholawatan oleh Gus Gufron dari desa nggarang Rembang, Kesenian lesung juga tetembangan dan geguritan oleh ibu-ibu Kendeng serta tampilan Dalang Tri Luwih dan Barongan oleh komunitas Bocah Angon Pati dan barongan gembong samijoyo dari Blora.

Semua kesenian yang ditampilkan berisi pesan untuk terus berjuang demi pelestarian lingkungan. Setelah serangkaian acara kesenian, gunungan ketupat diarak keliling desa dengan diiringi oleh atraksi Naga Kendeng dan Barongan. Ketupat dibagikan pada warga yang menonton sepanjang jalan.

Malam nanti dilakukan ritual Lamporan, sebuah tradisi tolak bala di desa-desa Jawa untuk mengusir wabah penyakit dan hama tanaman. Dengan obor di tangan, ratusan warga berjalan dalam formasi lingkaran sambil membacakan doa dan mantra demi punahnya bala yang kali ini datang dalam ujud industri semen yang mengancam kelestarian alam dan kehidupan di Kendeng Utara.
Warga Gunung Kendeng berkeliling desa sembari menari dan membagikan ketupat dalam tradisi Kupatan Kendeng. (CNN Indonesia/Damar Sinuko)
"Ini tradisi warga yang sudah mewaris turun temurun. Namun dua tahun ini, suasananya penuh keprihatinan karena tanah dan alam kami dinodai dan dirusak oleh Pabrik Semen PT.Semen Indonesia,” ujar Kordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto kepada CNNIndonesia.com.

Seperti diketahui, sejak tanggal 16 Juni 2014 warga telah mendirikan tenda di lokasi tapak pabrik semen dan berbagai aksi lain hingga melakukan aksi menyemen kaki mereka di depan istana untuk menolak hadirnya industri semen. Adalah PT Semen Indonesia yang berencana mendirikan pabrik seluas 57 hektar beserta penambangan batu kapur seluas 525 hektar demi target produksi sebanyak 3 juta ton per tahun.

"Banyak pelanggaran hukum yang terjadi atas pendirian pabrik semen di tanah kami. Dari ijin lingkungan Amdal hingga Perda. Kami tak akan pernah lelah berjuang untuk alam ini", tambah Joko.

Sejak tahun 2015 masyarakat Tegaldowo, Timbrangan, Suntri, Bitingan serta Tengger yang bakal terdampak oleh industri semen yang hadir di Rembang telah memberi nafas baru pada tradisi kupatan tersebut. Dengan slogan ‘Menjaga Alam Merawat Tradisi’, Kupatan Kendeng adalah aksi budaya yang menegaskan tekad warga Kendeng Utara dalam menjaga keharmonisan alam sekaligus memperkuat solidaritas dan semangat untuk terus berjuang menolak keberadaan industri semen yang merusak lingkungan dan kehidupan. (les)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER