MK Tolak Gugatan Otsus Papua soal Jabatan untuk Warga Asli

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2016 14:54 WIB
Pemohon keberatan pada pasal yang menyebut, jabatan gubernur dan wagub harus 'orang asli Papua'. Menurut mereka, mestinya bupati, wali kota pun serupa.
Sidang MK. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua yang diajukan sejumlah warga asli Papua.

"Mengadili dan menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/7).

Dalam gugatan tersebut, pemohon merasa keberatan dengan ketentuan Pasal 12 otonomi khusus Papua yang menyebutkan bahwa jabatan gubernur dan wakil gubernur harus "orang asli Papua."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketentuan ini dianggap merugikan karena tak berlaku bagi jabatan bupati, wakil bupati, maupun wali kota di Papua. Pemohon berpendapat jabatan setingkat kabupaten/kota mestinya juga berasal dari orang asli Papua.

Pengutamaan orang asli Papua dianggap pemohon mampu mempercepat kemajuan masyarakat Papua hingga bisa setara dengan masyarakat di provinsi lain.

Namun MK menilai ketentuan itu justru akan mengacaukan pasal lain yang tertuang dalam UU tentang otonomi khusus Papua. Selain itu, syarat 'orang asli Papua' sebagai pemimpin, kekhususannya memang pada provinsi, bukan pada kabupaten atau kota.

"Ketentuan itu tidak bermaksud untuk memperluas kekhususan tentang orang asli Papua di tingkat pemerintah daerah, kabupaten, atau kota," kata anggota hakim konstitusi, Suhartoyo.

Selain itu, dasar ketentuan tentang pemberian otonomi khusus bagi provinsi Papua juga telah sesuai untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, politik dalam rangka kesetaraan dengan provinsi lain. Meski demikian, kata dia, pemberian otonomi khusus Papua ini tidak berlaku permanen atau mutlak.

"Apabila mengalami ketidaksetaraan, tidak menutup kemungkinan pemberian otsus bagi suatu provinsi itu dihapus " ucapnya.

Selain menolak permohonan uji materi tersebut, MK juga menolak enam permohonan lainnya tentang UU Tindak Pidana Korupsi, UU Peradilan Umum, UU Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Penagihan Pajak, UU Ketenagakerjaan, dan KUHAP. Penolakan permohonan ini disebabkan dalil pemohon yang umumnya tidak beralasan menurut hukum. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER