Jakarta, CNN Indonesia -- Polres Tanjungbalai, Sumatera Utara, menetapkan 12 tersangka kerusuhan di Tanjungbalai, Jumat lalu (29/7). Para tersangka terdiri dari delapan orang kasus penjarahan dan empat tersangka lainnya kasus pengruskaan wihara dan kelenteng.
Kapolres Tanjungbalai Ajun Komisaris Besar Ayep Wahyu Gunawan mengatakan, 12 tersangka tersebut saat ini mendekam di penjara di Polres. “Sebanyak 12 tersangka ini adalah pengembangan dari tujuh orang yang ditangkap pada hari Sabtu (30/7). Kami masih mendalami kasus ini,” ujar Ayep ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (1/8).
Ayep menjelaskan, delapan penjarah diduga mencuri tabung gas, alat pertukangan berupa bor, DVD, velg mobil, dan radio saat kerusuhan berlangsung. Saat ini, Polres Tanjungbalai masih menyelidiki pihak yang memprovokasi kerusuhan terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Belum ada pihak yang memprovokasi yang kami tangkap. Kami masih mendalami bukti dari berbagai sumber,” tutur Ayep.
Kasus ini, lanjut Ayep, ditangani oleh Polres Tanjungbalai dengan bantuan dari Polres Asahan dan Polda Sumatera Utara. Petugas Polres Tanjungbalai dibantu personel Brimob saat ini masih berjaga di lokasi kejadian.
“Olah tempat kejadian perkara sudah selesai. Saat ini lokasi dipasangi garis polisi,” ujarnya.
Sejumlah wihara dan kelenteng yang rusak diamuk massa sudah dibersihkan, salah satunya Keleteng Dewi Ratna. Polres Tanjungbalai bersama pemerintah kota setempat dan dibantu sejumlah pihak akan kembali melakukan pembersihan di wihara dan kelenteng tersebut hari ini.
“Total ada 12 tempat ibadah yang dirusak,” katanya.
Menurut Ayep, kerusuhan terjadi karena ada kesalahan informasi yang beredar luas langsung melalui media sosial. Ayep membenarkan bahwa salah seorang warga bernama Merliana, sebelumnya disebut Erliana, melakukan komplain atas suara adzan yang dianggap terlalu kencang.
Namun komplain tersebut tidak sampai dilakukan dengan mendatangi masjid seperti yang beredar luas di masyarakat. "Informasinya kan Ibu M ini datang dan marah-marah di masjid, meminta suapya tidak adzan dengan pengeras suara. Padahal faktanya, Ibu M tidak ke masjid, Ibu M hanya bicara, komplain,” kata Ayep.
(rdk)