Revisi UU, Solusi Atasi Dwikewarganegaraan

Martahan Sohuturon, Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Selasa, 16 Agu 2016 19:09 WIB
Polemik kewarganegaraan yang dihadapi dua anak bangsa ini, memunculkan ide revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Ilustrasi paspor Amerika. (Thinkstock/Kritchanut)
Jakarta, CNN Indonesia -- Silang pendapat membahas kewarganegaraan muncul selama tiga hari penuh terkait skandal paspor Amerika yang dimiliki Arcandra Tahar. Polemik berkepanjangan hingga membuat Arcandra melepaskan jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Kabinet Kerja jilid II.

Hampir berbarengan, calon Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, Gloria Natapradja Hamel, mengalami hal yang sama dengan Arcandra. Paspor Perancis yang dimiliki Gloria, membuatnya dicoret dari daftar pembawa bendera pusaka dalam perayaan 17 Agustus 2016 di Istana Negara.

Polemik kewarganegaraan yang dihadapi dua anak bangsa ini, memunculkan ide revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, revisi aturan kewarganegaraan ini sebagai solusi, sehingga negara bisa memanfaatkan kemampuan anak bangsa yang memiliki kewarganegaraan ganda.
"Sebagai negara yang sedang berkembang kita memerlukan ahli, sementara saya dengar banyak anak bangsa ini dibeli negara lain. Kalau industri mau bangkit, bisa panggil mereka kembali dan keterampilannya dimanfaatkan," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa (16/8).

Menurut pakar hukum tata negara Refly Harun, usulan merevisi aturan kewarganegaraan dapat ditempuh Presiden dengan menggunakan hak diskresi.

"Bisa dengan mengeluarkan peraturan pemerintah atau revisi terbatas pada satu dua pasal saja," kata Refly.

Meski demikian, kata Refly, wacana itu akan menemukan pertentangan, terutama bila dikaitkan dengan masalah nasionalisme atau loyalitas terhadap negara.
Menurutnya, di negara seperti Amerika Serikat, aturan tersebut dapat berjalan dengan baik karena didukung dengan pemberian kewenangan kepada negara untuk memaksa seluruh warga negaranya menjalankan kewajiban, tanpa terkecuali.

Salah satu tanggapan negatif terhadap usulan itu datang dari pakar hukum tata negara Margarito Kamis. Ia mengatakan UU Kewarganegaraan yang ada saat ini tidak memerlukan perubahan.

Menurutnya, langkah Indonesia melarang warganya memiliki kewarganegaraan ganda tepat. Ia berpendapat, aturan tersebut akan membuat setiap warga negara lebih loyal dalam mengabdikan diri kepada negara.

"Dalam konteks nasionalisme itu tidak tepat. Tidak mungkin seorang membelah diri, loyal di sana dan loyal di sini," kata Margarito, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com pada Selasa (16/8).

Mengembalikan Kewarganegaraan

Selain berharap ada revisi aturan kewarganegaraan, saat ini masih ada peluang mengembalikan kewarganegaraan. Menurut UU Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, syarat yang perlu dipenuhi adalah tinggal 5 tahun berturut-turut atau minimal 10 tahun tidak berturut-turut.

“Mereka juga telah berusia 18 tahun atau menikah dan tidak pernah terkena pidana penjara satu tahun dan tidak memiliki kewarganegaraan ganda,” kata pakar hukum tata Negara, Irman Putra Sidin.

Setelah seluruh syarat yang diatur dalam UU itu dipenuhi, Presiden akan memutuskan apakah pemohon layak atau tidak mendapat kewarganegaraan.

Jika Presiden memenuhi permohonan, maka pemohon tanpa bisa diwakilkan wajib mengucapkan sumpah dan janji setia kepada Indonesia.
(yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER