Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum Jakarta meminta agar pemerintah tidak menutup mata atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua. Presiden Jokowi diminta untuk memberikan informasi mengenai hal itu secara terbuka.
Dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-71, delegasi dari Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu dan Tonga, mengkritik catatan HAM Indonesia di Papua dan Papua Barat. Mereka menggunakan kesempatan berpidato di Majelis PBB untuk mendesak dilakukannya penentuan nasib sendiri di wilayah tersebut.
Kritikan ini kemudian direspons delegasi Indonesia, Nara Masista. Kala itu, Nara mengatakan kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah di negara mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tudingan ini disebut Nara sebagai upaya mengganggu kedaulatan nasional Indonesia. Sebab, Indonesia disebutnya berkomitmen dengan urusan HAM.
"Dari keterangan yang disampaikan perwakilan Indonesia pada Sidang Umum PBB ke-71 tersebut sangatlah bertolak belakang dengan realita yang ditemukan di Papua," kata pengacara publik LBH Jakarta Pratiwi Febry dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/10).
Menurut data yang dihimpun oleh LBH Jakarta bersama jaringannya, sejak April 2016 hingga 16 September 2016, total telah terjadi penangkapan terhadap 2.282 orang Papua yang melakukan aksi damai.
Sementara itu, sejak tahun 2012 sampai Juni 2016, LBH Jakarta mencatat jumlah penangkapan orang Papua secara keseluruhan mencapai 4.198 orang.
"Dari serangkaian bentuk penangkapan dan kekerasan terhadap warga Papua, Indonesia sama sekali tidak hadir dan justru menganggap masyarakat Papua yang menyampaikan aspirasi secara damai sebagai pemberontak atau kelompok separatis," kata dia.
Pratiwi menuturkan hal itu telah menunjukkan bahwa Indonesia sama sekali tidak serius dalam mengungkap dan mengusut pelanggaran HAM di Papua. Sebab, Indonesia yang telah meratifikasi berbagai peraturan terkait HAM justru menutup-nutupinya.
LBH Jakarta juga menyoroti penunjukan Mayjen Hartomo menjadi Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais). Pratiwi mengatakan penunjukan Hartomo merupakan tanda tidak ada keadilan terhadap orang Papua. Sebeb, sebelumnya Hartomo kata dia, pernah dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara karena terlibat pembunuhan Theys aktivis Papua pada tahun 2003.
"Menyikapi hal ini LBH Jakarta mendorong PBB untuk melakukan pemantauan khusus terkait pelanggaran-pelanggaran HAM di Papua, dan mendorong Presiden Joko Widodo untuk terbuka dalam memberikan informasi serta menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Papua," ujar Pratiwi.
(asa)