Jakarta, CNN Indonesia -- Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa perwira menengah berinisial KPS yang diduga menerima uang dari terpidana mati narkotik Chandra Halim alias Akiong.
"Sudah jalan di Propam ya berkaitan dengan masalah itu. Propam periksa," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (10/10).
Boy tidak merinci soal pemeriksaan tersebut. Dia hanya mengatakan setiap oknum yang melakukan penyalahgunaan wewenang pasti akan ditindak tegas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang terpenting institusi sudah punya sistem punish and reward (hukuman dan imbalan), siapa yang berbuat dia yang bertanggungjawab," ujarnya.
Boy menyatakan tidak tahu di mana perwira berpangkat Ajun Komisaris Besar itu bertugas saat ini, karena dia sudah banyak berpindah satuan kerja. Hanya saja, Boy ingat KPS pernah sempat bertugas di Badan Reserse Kriminal Polri
"Yang jelas dia bagian penyidik yang menangani narkoba," ujarnya.
Dugaan suap Akiong terhadap KPS berawal dari penelusuran Tim Gabungan Pencari Fakta soal pengakuan mendiang Fredi Budiman. Alih-alih menemukan aliran dana dari orang yang pernah jadi raja narkotik tersebut, tim justru menemukan suap Rp668 juta untuk KPS.
Akiong adalah salah satu tangan kanan Fredi Budiman yang sudah divonis mati terkait kasus kepemilikan 1,4 juta pil ekstasi. Selain itu, ada pula satu orang terpidana mati lainnya yang belakangan diketahui bermasalah karena kasus ini yakni Tedja Harsoyo.
Lain cerita, Tedja disebut tim pencari fakta sebagai korban pemerasan oleh jaksa. Tedja disebut Effendy Ghazali, salah satu anggota tim, sebenarnya hanya boneka yang diperintah Fredi melakukan transaksi.
Jaksa diduga meminta sejumlah uang kepada Tedja dan meminta istrinya untuk menemani karaoke dengan imbalan keringanan tuntutan. Pada akhirnya, Fredi tidak pernah mengklarifikasi peran Tedja dan dia pun turut divonis mati.
Sebelumnya, Koordinator KontraS Haris Azhar menyebut ada kongkalikong Fredi dengan aparat. Cerita yang diunggah di media sosial itu disebutnya sebagai hasil wawancara dengan Fredi di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
Hanya saja, ketika ditelusuri melalui Pleidoi, laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan keterangan narasumber yang mengetahui pertemuan itu, sama sekali tidak ditemukan aliran dana Fredi.
(yul)