Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi Hukum DPR Masinton Pasaribu menyambut baik hasil sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) soal kasus pembunuhan Munir Said Thalib. Putusan itu memerintahkan pemerintah segera membuka hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir.
"Rekomendasi KIP itu ditindaklanjuti saja, untuk keadilan korban dan keluarganya yang merasa belum menemukan keadilan hukum," ujar Masinton di Jakarta, Senin (10/10).
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan hasil temuan TPF bisa menjadi langkah lanjutan bagi pemerintah untuk meneruskan proses hukum kasus Munir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin dari situ ada novum atau ada perkembangan baru dari hasil informasi tersebut yang bisa ditindaklanjuti untuk menemukan keadilan hukum bagi keluarga dan korban," kata Masinton.
Pada putusan hari ini, majelis hakim KIP menyatakan dokumen TPF Kasus Munir adalah informasi yang boleh diakses oleh publik. Publikasi hasil penyelidikan TPF dinilai penting untuk membongkar kasus tersebut.
TPF telah dibentuk pada 23 Desember 2004 dan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Marsudi Hanafi serta beranggotakan sejumlah aktivis hak asasi manusia.
Tak sampai setahun tim dibubarkan, kemudian hasil penyelidikannya diserahkan ke pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Namun hingga kini, temuan itu tidak disampaikan ke publik.
Di tempat terpisah, Direktur Setara Institute Hendardi menyampaikan putusan sidang KIP merupakan kabar yang menggembirakan. Dengan demikian, masyarakat diingatkan kembali bahwa kasus kematian Munir belum selesai hingga kini.
"Ini dalam konteks melawan lupa. Orang akan mudah lupa dalam kasus semacam ini," kata Hendardi saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Sebagai salah satu anggota TPF, Hendardi berharap Presiden Joko Widodo segera mengumumkan hasil temuan TPF Kasus Munir. Dengan demikian, pemerintah punya kewajiban untuk menentukan langkah selanjutnya dalam mengungkap dalang di balik kasus tersebut.
"Makna dari semua ini adalah mencari kebenaran itu tidak mudah, segala usaha harus dilakukan termasuk seperti apa yang dilakukan oleh KontraS," kata Hendardi.
Selama 12 tahun kasus Munir berhenti karena menemui hambatan politik, meskipun proses hukum pidana juga sudah ditempuh. Gugatan informasi publik yang dilakukan KontraS agar hasil temuan TPF diungkap oleh pemerintah, bagi Hendardi, adalah kreasi untuk menembus hambatan politik tersebut.
"Kasus pelanggran HAM berat seperti kasus Munir ini sesuatu yang tidak mudah. Sering kali mengalami kegagalan karena persoalan politik," kata Hendardi.
Hambatan politik yang dimaksud, salah satunya dalam sidang kasus Munir, di mana terdakwa Muchdi Purwoprandjono divonis bebas. Sementara dalang kasus tersebut tidak diketahui sampai sekarang, tapi hanya berhenti pada pemenjaraan Pollycarpus Budihari Prayitno. Bahkan Pollycarpus kini telah bebas.
"Tim Pencari Fakta sendiri mengalami banyak kesulitan, memeriksa BIN susah, memeriksa militer juga susah. Banyak hambatan politik. Tapi ini (gugatan) wujud dari kami enggak pernah menyerah," kata Hendardi.
(sur/asa)