Jakarta, CNN Indonesia -- Dualisme kepemimpinan dalam tubuh Partai Persatuan Pembangunan kembali mencuat. Polemik kali ini muncul beberapa hari menjelang masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Pertanyaan konspiratif lantas mengemuka. Siapa menggembosi siapa, dan untuk tujuan apa?
Kisruh kepemimpinan di tubuh PPP sebenarnya sempat mereda setelah pada Februari lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengesahkan Dewan Pimpinan Pusat PPP versi Romahurmuziy (Romi) hasil Muktamar Bandung 2011. Pengesahan tersebut tertuang dalam surat nomor M.HH-06.AH.11.012016.
Legalitas itu kemudian dikuatkan lewat hasil Muktamar VIII atau Muktamar Islah yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, April lalu. Romarhumuziy terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak Muktamar Islah, internal PPP relatif stabil. Konsolidasi juga berjalan lancar. Terbukti, tanpa kendala berarti, PPP berhasil memutuskan meninggalkan Koalisi Merah Putih untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Kubu Djan Faridz yang mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara sesekali masih melancarkan perlawanan. Namun sifatnya hanya perlawanan retorik melalui ucapan di media massa, dengan kekuatan dan efek politik yang tidak berarti.
Tapi perlawanan Djan kali ini terlihat lebih siap, berbeda dengan sebelumnya. Ia tak hanya mengandalkan retorika di media massa, melainkan juga mengajukan bukti baru (novum) untuk menggugat kepengurusan Romi.
Djan Faridz tak hanya menggugat legalitas kubu Romi. Ia juga punya sikap politik berbeda di Pilkada Jakarta. Jika kubu Romi mendukung pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni, PPP kubu Djan memilih mengusung pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
Menyikapi perbedaan dukungan itu, KPU DKI Jakarta memastikan bahwa apapun keputusan Menkumham soal kepengurusan PPP, tak akan memengaruhi dukungan yang sudah diberikan oleh PPP kubu Romi kepada pasangan Agus-Sylvi.
"(SK Menkumham) itu tak berlaku surut, jadi memang partai pendukung tak bisa menarik dukungannya di tengah jalan. Kalau dia menarik dukungan, tetap tak ada perubahan," kata Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno, Selasa (18/10).
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin punya pendapat berbeda. Menurut Irman, jika Kemkumham pada akhirnya berbalik mengesahkan kubu Djan Faridz, hal itu akan berujung konflik di tahap penetapan calon pada 22 Oktober nanti.
"Legalitas dukungan kubu Romi tak otomatis dianulir jika pemerintah mengesahkan PPP versi Djan. Bisa saja kubu Romi membawa persoalan ini ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Jadi, ini pasti akan memicu konflik di tahap penetapan calon," kata Irman kepada
CNNIndonesia.com. PPP kubu Djan Faridz mendukung petahana Ahok-Djarot. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Aroma PenggembosanIsu mengenai penggembosan menyeruak. Dualisme yang muncul kembali menjelang kampanye ditengarai sebagai upaya menggembosi kekuatan PPP. Namun, Sekretaris Jenderal PPP kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah, menolak anggapan pihaknya menggembosi PPP.
"Situasinya saat ini, kedua kubu punya dasar hukum masing-masing. Kami berdasarkan putusan Mahkamah Agung, kubu Romi berdasarkan SK Menkumham. Mudah-mudahan minggu ini akan ada satu PPP yang berdasarkan putusan MA dan SK Menkumham. Jadi, tidak ada itu namanya penggembosan," kata Dimyati.
Dia juga membantah ada campur tangan partai lain dalam konflik yang kembali menyala.
Kecurigaan atas keterlibatan partai lain mau-tak mau terarah pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kecurigaan itu cukup beralasan mengingat Yasonna selaku Menteri Hukum dan HAM saat ini tercatat pernah menjadi anggota aktif PDIP.
Status PDIP sebagai partai penguasa yang mendukung pasangan Ahok-Djarot dikhawatirkan membuat Kemkumham berpihak pada kubu Djan Faridz yang juga mendukung Ahok-Djarot. Dukungan PPP kubu Romi terhadap pasangan Agus-Sylvi diprediksi akan melemah jika Menkumham mengesahkan PPP kubu Djan Faridz.
Tetapi, Dimyati lagi-lagi membantahnya. Ia menyebut konflik di tubuh partainya murni konflik antarpengurus. Meski demikian, Dimyati tak menyangkal jika partainya punya ikatan politik dengan PDIP.
"Kami punya komitmen membangun koalisi permanen bersama PDIP selama Pilkada 2017. Itu sudah kami buktikan dengan koalisi bersama PDIP di Pilkada Kabupaten Landak, Kalimantan Barat," ujar Dimyati.
 Spanduk dukungan terhadap Ahok-Djarot terpampang di halaman kantor DPP PPP, Jakarta Pusat. (Detikcom/Bartanius Dony) |
Faktor Ulama
Terlepas dari isu penggembosan tersebut, dualisme kepemimpinan di tubuh PPP diyakini tetap memengaruhi kerja politik partai itu di Pilkada Jakarta. Akibat dualisme tersebut, mesin politik di akar rumput diprediksi tak akan bekerja maksimal yang pada akhirnya memengaruhi perolehan suara di Jakarta. Persoalan itu akan dihadapi oleh siapapun pihak yang nantinya ditetapkan sebagai pengurus sah PPP.
Kedua kubu sebenarnya bisa menyiasati persoalan tersebut jika mampu menjaga dukungan dari kalangan ulama.
Sebagai satu-satunya partai yang menganut asas Islam, keberadaan ulama memang menjadi salah satu faktor penting dalam menggaet dukungan masyarakat. Lewat kharismanya, ulama-ulama sepuh di PPP punya kekuatan untuk memengaruhi preferensi pilihan umat Islam.
Dari anggapan tersebut, maka pertarungan vital antara kedua kubu di Pilkada Jakarta akan tertuju pada pertarungan memperebutkan dukungan dari kalangan ulama.
Dalam perebutan dukungan ini, PPP kubu Romi menyebut rivalnya tak didukung oleh ulama-ulama sepuh. Namun, fakta menunjukkan hal sebaliknya.
PPP kubu Djan terbukti masih diapresiasi oleh ulama sepuh. Itu terlihat dari kehadiran sejumlah ulama, salah satunya Kiai Nur Iskandar saat deklarasi dukungan terhadap pasangan Ahok-Djarot.
Kehadiran Kiai Nur Iskandar memang tak serta-merta mencerminkan dukungan terhadap Djan. Tetapi, kehadiran itu setidaknya menunjukkan kubu Djan masih memiliki ikatan dengan para ulama sepuh di Jakarta.
Fakta tersebut jelas menjadi ancaman serius bagi kubu Romi. Sebab, jika tak mampu menjaga dukungan ulama, bukan tak mungkin dukungan kader di Pilkada Jakarta nanti, beralih ke kubu Djan yang mendukung Ahok-Djarot.
(wis/agk)