Jakarta, CNN Indonesia -- Persaingan antara bakal kandidat gubernur DKI Jakarta dalam menarik dukungan massa makin tajam meski masa kampanye belum lagi dimulai. Dua penantang petahana, Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni, terus menajamkan taring mereka.
Anies-Sandi, dalam bergerilya meraup suara warga Jakarta, tak selalu tampil berdampingan. Mereka sudah berbagi tugas dan memilah target.
Anies kerap blusukan ke rumah-rumah warga dan masjid-masjid. Salah satu aksi Anies yang mengentak ialah saat dia menandatangani kontrak politik yang disodorkan warga Rawa Badak, Koja, Jakarta Utara. Salah satu isinya terkait legalisasi kampung yang selama ini dianggap ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pasangan Anies, Sandiaga Uno, kerap memilih mendekati warga dengan cara-cara “gaul” ala urban. Ia misalnya menggelar lomba lari, dan lari bersama para warga Jakarta yang menjadi pesertanya.
Sandi tak cuma menyasar jantung Jakarta seperti lokasi Car Free Day di Bundaran HI dan Lapangan Banteng di Jakarta Pusat, tapi juga ke tepian. “Jakarta Berlari” digelar Sandi di Klender Jakarta Timur.
Lomba lari yang dibuat Sandi itu digelar jauh hari sebelum ia dan Anies ditetapkan sebagai pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Sandi memang telah lebih dulu siap sebagai calon gubernur –sebelum akhirnya bertukar posisi dengan Anies.
 Sandiaga Uno berlari bersama komunitas Jakarta Berlari. (Detikcom/Rachman Haryanto) |
Di sudut lain Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni blusukan ke pasar-pasar, permukiman penduduk, dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) untuk menemui warga secara langsung.
Meski semula gerak pasangan yang diusung Poros Cikeas itu tak selincah Anies-Sandi, dengan cepat mereka kini agresif mendekati warga Jakarta.
Pada tahap awal, Agus-Sylvi memilih mendekati organisasi masyarakat berbasis Islam. Mereka mendatangi kantor Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah –dua ormas Islam terbesar di Indonesia.
Agus-Sylvi juga mengadakan pengajian bersama santri dan anak yatim, sekaligus menggalang dukungan dari mereka. Sebanyak 2.000 santri yang tergabung dalam Jaringan Santri Indonesia mendeklarasikan dukungan untuk pasangan Agus-Sylvi.
Namun tak seperti jaringan santri tertentu yang dengan mudah memberikan dukungan bagi Agus-Sylvi, NU dan Muhammadiyah menyatakan bersikap netral. Mereka mengatakan, organisasi tak bisa mengeluarkan dukungan untuk salah satu kandidat.
Sikap NU dan Muhammadiyah itu diterima Agus, dengan tetap berharap, meski organisasi tak bisa memberikan dukungan politik, para kadernya –warga Muhammadiyah dan kaum Nahdliyin di Jakarta– bersedia memilih Agus untuk memimpin Jakarta.
Suara kader NU dan Muhammadiyah memang menjadi rebutan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi. Anies-Sandi yang diusung Gerindra dan PKS juga menggarap segmen pemilih muslim dengan serius.
 Agus Yudhoyono saat menemui warga Jakarta bersama istrinya, Annisa Larasati Pohan. (Detikcom/Yudhistira Amran Saleh) |
Agus-Sylvi, pada tahap berikutnya, bepergian ke pelosok Jakarta. Agus misalnya blusukan ke Koja dan Muara Angke di Jakarta Utara, sembari membawa sang istri, mantan model dan presenter Annisa Larasati Pohan yang menjadi magnet tersendiri bagi warga selain sosok Agus.
Koja dan Muara Angke menjadi sasaran pertama Agus karena kategori permukiman di sana yang kumuh dan padat. Agus mengatakan, kawasan padat tidak harus kumuh, dan karenanya perlu ditata dengan baik.
Masalah di Jakarta, ujar Agus, sangat kompleks. Ini diperparah dengan luasnya wilaha Jakarta, sehingga berbagai masalah itu tak bisa dilihat dari satu sisi saja. Tumpukan persoalan harus diselesaikan secara utuh dan menyeluruh.
Tak seperti Anies yang meneken kontrak politik dengan warga, Agus tak melakukan hal serupa. Dia berpendapat, kontrak politik mestinya ditandatangani setelah calon terpilih dilantik secara resmi menjadi kepala daerah.
Kontrak politik yang dilakukan secara parsial hanya dengan warga di daerah tertentu, menurut Agus, berpotensi bertabrakan dengan kontrak politik di lokasi lainnya yang bersinggungan. Oleh sebab itu dia tak akan meneken kontrak berdasarkan wilayah.
Saat Agus-Sylvi dan Anies-Sandi gencar bergerilya, Ahok justru diingatkan timnya untuk berhati-hati, menyusul kontroversi terakhir yang ia timbulkan akibat menyitir ayat Alquran.
Peringatan agar Ahok berhati-hati juga keluar langsung dari mulut Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Saat berziarah ke makan Sukarno di Blitar misalnya, Megawati meminta Ahok untuk tak menjawab pernyataan wartawan.
“Bu Mega mengatakan hati-hati,” kata Ahok.
 Ahok saat meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. (Detikcom/Ari Saputra) |
Ahok beberapa waktu kemudian mengumumkan berhenti mengomentari urusan politik. Dia menyerahkan pertanyaan soal pilkada untuk dijawab oleh sang wakil, Djarot Saiful Hidayat. Sementara Ahok hanya bicara soal hal-hal terkait program kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kehati-hatian Ahok yang dibarengi dengan keluarnya sejumlah kebijakan populis Pemprov Jakarta, dan gencarnya para penantang Ahok merangkul warga, menandakan makin ketatnya persaingan Pilkada Jakarta.
(agk)