Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar memutuskan untuk melengserkan Ade Komarudin dari kursi ketua DPR. Posisi Ade akan digantikan dengan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Sejak keputusan itu dibuat, Setya mengaku belum menghubungi Ade Komarudin lantaran padatnya agenda. Namun, Setya memastikan akan berkomunikasi dengan Ade.
"Saya saja baru sampai tadi malam, bertemu dengan Presiden, dan terus ada rapat-rapat. Pagi ini ada rapat. Nanti tentunya pasti, semuanya akan berjalan dengan baik," kata Setya di Kantor DPP Golkar, Jakarta kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setya mengklaim, masih melihat proses perkembangan terhadap keputusan rapat pleno Partai Golkar tersebut, termasuk membicarakan posisi yang akan dijabat Ade ke depannya.
"Semuanya saya bicarakan secara musyawarah, secara baik," kata Setya.
Secara terpisah, Ketua Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai mengatakan, pihaknya akan menjalin komunikasi dengan Ade terkait keputusan ini.
"Kami juga akan mengundang saudara Ade, karena beliau selain Ketua DPR, Wakil Ketua Dewan Pembina dan juga Ketua Umum SOKSI," ujar Yorrys.
Di sisi lain, Ade sebelumnya menjelaskan belum mengambil sikap lantaran belum mendapat surat resmi terkait keputusan pengembalian jabatan Setya sebagai Ketua DPR.
Ade mengaku baru mengetahui kabar tersebut dari Ketua Harian Golkar Nurdin Halid. Ia masih menunggu surat resmi sambil berencana untuk berkomunikasi dengan para senior termasuk Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie.
Penolakan
Berbagai organisasi dan elemen masyarakat menolak rencana kembalinya Setya jadi Ketua DPR karena dinilai memiliki rekam jejak yang buruk saat menjabat ketua DPR pada 2014-2015.
"Jadi kalau kami memahami, secara
track record Novanto ini tidak bisa menjadi seorang ketua DPR yang posisinya sangat strategis. Tidak layaklah," kata Koordinator Gerakan Antikorupsi Lintas Kampus Rudi Johanes di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta.
Selama menjadi Ketua DPR, Setya mengeluarkan beberapa kebijakan kontroversial. Di antaranya, dia mengusulkan kembali proyek pembangunan gedung baru DPR yang sempat ditolak era Presiden SBY. Ide itu tak terlaksana lantaran pemerintah sedang menghemat anggaran.
Setya juga meminta agar seluruh anggota DPR mendapatkan paspor diplomatik, yaitu paspor dengan kekebalan hukum di luar negeri. Wacana itu tak diterima oleh Kementerian Luar Negeri karena anggota DPR tak memenuhi persyaratan sebagai penerima paspor diplomatik.
Setya juga pernah mengusulkan program dana aspirasi bagi setiap anggota DPR yang diperuntukkan untuk daerah pemilihan. Kementerian Keuangan menolak wacana dana Rp11,2 triliun itu karena tak sesuai dengan skema yang ada.
Selain itu, Setya juga kerap menginisiasi studi banding ke luar negeri. September tahun lalu, Setnov menghadiri kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Atas pertemuan itu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menilai Setya melakukan pelanggaran etik.
(rel/gil)