Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, DPR adalah pihak yang mendesak agar dana proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Penggantian itu juga diusulkan mantan menteri sebelum dirinya, Mardiyanto.
Proses pembiayaan proyek tersebut awalnya menggunakan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), namun berubah menggunakan APBN murni.
"DPR yang meminta supaya proyek ini diupayakan dengan APBN murni. Menteri yang sebelumnya (Mardiyanto) juga sudah mengusulkan itu," ujar Gamawan saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (16/3).
Ditemui usai persidangan, Gamawan menunjukkan surat yang memuat perubahan anggaran dari PHLN ke APBN tersebut. Surat itu ditandatangani oleh Mardiyanto pada November 2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas perubahan pembiayaan itu, Gamawan pun melapor ke Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai presiden. Gamawan meminta pembentukan tim pengarah yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk memperlancar proses pengadaan e-KTP.
Dalam surat tersebut, lanjutnya, tercantum bahwa Komisi II DPR meminta Mendagri agar mengalokasikan anggaran untuk pembangunan dan diupayakan untuk menggunakan anggaran yang bersumber dari dalam negeri.
"Jadi jangan fitnah-fitnah lagi ya," katanya.
Sebelumnya dalam dakwaan disebutkan bahwa Gamawan meminta kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk mengubah sumber pembiayaan proyek e-KTP tidak berasal dari pinjaman asing. Dia meminta agar sumber pembiayaan berasal dari dalam negeri.
Proyek pengadaan e-KTP diketahui menggunakan uang negara sebesar Rp5,9 triliun. Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas penyelidikan KPK, terdapat dugaan korupsi sekitar Rp2,3 triliun dalam proyek tersebut.